Senin, 23 Juni 2014

KRITIK TERHADAP POLITIK DEMOKRASI, KAITANNYA DENGAN ISU KESENJANGAN SOSIAL



Hans Kelsen menjelaskan bahwa  Demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat dan untuk rakyat. Yang melaksanakan kekuasaan Negara ialah wakil-wakil rakyat yang terpilih. Dimana rakyat telah yakin, bahwa segala kehendak dan kepentingannya akan diperhatikan di dalam melaksanakan kekuasaan Negara. Abraham Lincoln memberikan pengertian pada Demokrasi sebagai sebuah sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Sedangkan Charles Costello mengartikan  Demokrasi adalah sistem sosial dan politik pemerintahan diri dengan kekuasaan-kekuasaan pemerintah yang dibatasi hukum dan kebiasaan untuk melindungi hak-hak perorangan warga negara.
            Politik demokrasi tidak bisa terlepas dari aspek kepemimpinan.Perspektif joseph Schum Peter  oleh Gerry mackie (2009)[1], mendefinisikan demokrasi sebagai bentuk persaingan kepemimpinan sesudah terjadinya perang. Dia membantah bahwa individu dan kepentingan umum sangat penting dalam demokrasi. Demokrasi hanya sebuah metode, tidak memiliki nilai intrinsik. karena faktanya pemimpin selalu memaksakan perspektifnya tanpa bisa dikontrol oleh pemilih. Gerry menulis bahwa  kepemimpinan demokrasi itu tidak masuk akal, secara deskriptif maupun prescriptively. Pemilihan  kompetitif memang perlu, tapi tidak serta merta mampu membangun pilar demokrasi.

Jika demokrasi adalah metode, maka dalam perjalanannya ia  sangat mungkin bersentuhan dengan pemikiran yang dominan dalam masyarakat, misalnya kapitalisme , sosialisme maupun religiusitas.  Karena pada dasarnya suatu masyarakat terbentuk dari individu individu yang memiliki pemikiran, perasaan dan aturan dan mengdakan interaksi secara simultan.

Hal yang kongkrit pada saat ini adalah ketika demokrasi sebagai sebuah metode politik, bersentuhan dengan kapitalisme yang menjadi nilai dominan dalam masyarakat Indonesia, maka wajah demokrasi menjadi liberal.  Nilai nilai liberal yang lebih mengarah kepada kebebasan berkepemilikan, kebebasan beragama, kebebasan berekspresi dan kebebasan berpendapat membawa konsekwensi bagi demokrasi untuk fleksibel dalam mengimplementasikan dirinya di ranah praktis.

Dalam alam kapitalis, yang berkuasa adalah modal/kapital. Ketika modal mendominasi, maka siapa yang bermodal akan  memiliki akses lebih banyak ke dalam kekuasaan. Kekuasaan ini akan melanggengkan  praktek oligarki karena rakyat kecil yang seharusnya menjadi sentral substansial berubah posisi menjadi marginal residual. Semua mengabdi pada kuasa pasar. Akhirnya berlaku hukum rimba, yang kuat dialah yang menang,yang lemah dia akan kalah. Kepemimpinan dipegang  oleh korporasi besar, kekuatan militer dan elit politik.  Maka kebijakan juga akan disetir oleh pihak pihak yang memiliki kepentingan seksional. Dimana rakyat?

Disinilah akan muncul  isu kesenjangan sosial. Kebijakan publik yang memihak pada pemilik modal akan menimbulkan pemiskinan struktural. Misalnya saja dalam kasus produk pertanian atau perkebunan. Ketika penguasa menggandeng pasar global yang ingin menjual produknya ke Indonesia, maka kebijakan impor akan diperluas. Produk pertanian dan perkebunan luar negri akan membanjiri pasar dalam  negri. Kita akan lebih mudah menemukan apel produk Amerika atau Australia dari  pada apel Malang di toko buah-buahan lokal. Harganya kadangkala malah lebih murah. Sedangkan produk dalam  negri, dari sisi standar kelayakan saja sudah kalah, biaya produksi tinggi sehingga hargapun tidak bisa ditekan. Daya saingnya dengan  produk impor sungguh memprihatinkan.  Petani akan mengalami kerugian.  Antara rakyat dan penguasa sungguh jauh bedanya. Rakyat dimiskinkan secara struktural.

Posisi marginal rakyat juga merambah ke sektor jasa pelayanan kepentingan publik. Siapa yang tidak bisa membayar akan tersisih dari pelayanan yang layak. Di setiap bidang, bahkan hingga ke hukum dan kesehatan. Olitik demokrasi terdistorsi oleh kepentingan para pemodal/kapitalis.


[1] Mackie Gerry,”Schumpeter’s Leadership democracy”, political theory (vol 37,no 1 , 2009) 128-153

1 komentar: