Selasa, 10 Juni 2014

Sebuah Ide tentang Aturan Interaksi Dengan Lawan Jenis



Potensi hidup manusia
 Allah SWT menciptakan manusia terdiri dari dua jenis yaitu pria dan wanita. Allah menciptakan pada ke duanya potensi kehidupan (thaqah hayawiyah). Potensi tersebut berupa kebutuhan jasmani (hajah ‘udhwiyah), berbagai naluri (gharaiz) dan daya pikir.
Kebutuhan jasmani, contohnya adalah kebutuhan akan makan, minum dan buang hajat. Kebutuhan ini  muncul dari dalam diri secara otomatis sekalipun tidak ada rangsangan dari luar.  Bila tidak dipenuhi, tubuh akan mengalami kerusakan, yang bisa membawa pada kematian.  Orang yang tidak makan berhari-hari misalnya, bisa menderita kelaparan dan mati karenanya.
Adapun naluri  (gharaiz) ada tiga macam yaitu naluri mempertahankan diri (gharizah baqa’), naluri melestarikan keturunan (gharizah nau’) dan naluri beragama (gharizah tadayyun).  Naluri tidak muncul secara otomatis dari dalam diri, melainkan bila ada rangsangan dari luar.  Bila rangsangan tersebut tidak ada, naluri tidak muncul.  Bahkan bila naluri  ini tidak dipenuhi, akibatnya hanya sebatas kegelisahan saja. Buktinya, adakalanya seseorang tidak terpenuhi gharizah nau’  nya ketika ia memilih tidak menikah seumur hidup, ternyata ia tidak mengalami bahaya apapun.
Dengan demikian maka naluri jelas berbeda dengan kebutuhan jasmani.  Kebutuhan jasmani harus dipenuhi karena jika tidak maka berakibat pada kematian. Sedangkan naluri, jika tidak dipenuhi maka tak akan menimbulkan kematian.
Selain kebutuhan jasmani dan berbagai macam naluri, Allah juga memberikan kepda dua jenis manusia ini daya pikir atau akal. Dengan daya pikir yang dimilikinya, manusia bisa memenuhi semua kebutuhan jasmani dan nalurinya dengan benar sesuai dengan ketetapan Allah SWT Sang Khaliq, pencipta manusia
Menempatkan Naluri Pada Tujuannya
Naluri melestarikan jenis, memiliki manifestasi  berupa rasa cinta dan kasih sayang, baik cinta antara pria dan wanita maupun berbagai rasa cinta lainnya seperti cinta kepada ibu, cinta kepada ayah, cinta kepada saudara, kasih sayang kepada anak-anak, dan sebagainya. Selanjutnya naluri ini sering disebut dengan istilah naluri seksual atau naluri cinta.
Islam memandang, bahwa naluri ini diciptakan Allah pada manusia dengan tujuan agar manusia bisa  melestarikan kelangsungan jenisnya.  Dengan naluri ini, pria dan wanita  bisa berpasangan dan melahirkan keturunan.
Di sinilah kelebihan Islam sebagai syari’at yang diturunkan Allah.  Islam tidak menghendaki proses menghasilkan keturunan ini semata-mata hanya menghasilkan anak, layaknya pada kucing yang setelah mengawini si betina, kucing jantan kabur begitu saja untuk menanam bibit pada betina lain. 
Allah menghendaki keturunan manusia adalah keturunan yang berkualitas.  Ia diasuh dan dididik sebaik-baiknya, dijamin nafkahnya, dibesarkan dalam suasana kasih sayang dan keteladanan untuk menjadi muslim paripurna.  Proses ini hanya dimungkinkan jika anak menjadi tanggung jawab bersama antara ayah dan ibunya.  Karena itulah, Islam membatasi lahirnya keturunan hanya dari suatu pernikahan.  Dan ini berarti, Islam menghendaki cinta antara laki-laki dan perempuan berikut penyalurannya hanya boleh dimunculkan di dalam sebuah pernikahan.
Allah SWT berfirman :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً 
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. (QS. An Nisaa : 1).
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS. Ar Ruum : 21)
Di luar institusi pernikahan, Islam melarang dan mencegah munculnya cinta kasih antara laki-laki dan perempuan dan hasrat seksual keduanya.  Ini karena di luar pernikahan, tujuan melestarikan jenis manusia dalam rangka menghasilkan generasi terbaik bagi umat tidak mungkin untuk dicapai. Perlu diketahui bahwa naluri ini memang bisa dipenuhi dengan berbagai  macam cara. Dengan berpacaran, baik dengan lawan jenis maupun yang sejenis, berzina, berbagai macam penyimpangan hubungan seksual dan sebagainya. Tetapi semua cara itu adalah cara yang bertentangan dengan Islam dan yang jelas tidak akan menghantarkan tujuan diciptakannya naluri ini pada manusia.
Sebagai contoh, berpacaran adalah awal dari zina, ketika sepasang manusia sudah berzina maka mereka cenderung tak ingin memiliki anak dari hasil perzinaannya ini karena tujuan berzina memang hanya untuk bersenang senang, hanya demi memuaskan hasrat seksualnya. Bahkan ketika pencegahan kehamilan sudah dilakukan ternyata hamil juga, maka biasanya jalan yang ditempuh adalah dengan aborsi, membunuh janin yang sedang tumbuh di rahim ibunya, maka bagaimana mungkin akan dihasilkan kelestarian jenis manusia?
Demikian halnya dengan berbagai penyimpangan seksual seperti homoseksual dan lesbianism, akankah dihasilkan keturunan dari hubungan semacam ini?
Pengaturan Hubungan Pria dan Wanita dalam Masyarakat Islam
Sekalipun Isam membatasi cara pemenuhan naluri seksual pada diri manusia dengan melalui pernikahan saja, tetapi  Islam tidak melarang adanya interaksi antara laki-laki dan perempuan di tengah masyarakat.  Bahkan Islam menganggap bahwa keduanya harus bekerjasama dalam mewujudkan kemashlahatan masyarakat.  Allah SWT berfirman :

وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ۚ أُولَٰئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. At Taubah : 71)
Interaksi laki-laki dan perempuan dalam kehidupan umum tidak selalu menghasilkan hubungan cinta kasih dan membangkitkan hasrat seksual di antara keduanya.  Namun  berubahnya pandangan dari salah satu pihak kepada pihak yang lain, dari pandangan kerjasama ke pandangan ketertarikan seksual, berpeluang untuk terjadi. Bila terjadi, maka kerjasama di antara mereka akan menjadi rusak, muncul perselingkuhan, pacaran dan seks bebas.
Untuk itu, Islam memberikan seperangkat hukum syara’ yang harus diterapkan dalam kehidupan.   Aturan tersebut menjamin hubungan kerjasama antara laki-laki dan perempuan tetap merupakan hubungan kerjasama yang produktif. 
Allah SWT sebagai Pencipta manusia Maha Tahu akan sifat dan karakter yang melekat pada manusia.  Ia Maha Tahu apa yang merupakan solusi terbaik bagi permasalahan manusia.  Karena itu aturan Allah berupa hukum syara’ adalah aturan terbaik untuk manusia. Begitu pula aturan syara’ untuk pengelolaan cinta dan kasih sayang yang merupakan manifestasi dari naluri seksual pada pria dan wanita.
Seperti halnya naluri yang lain, ada dua faktor yang bisa membangkitkan hasrat cinta pada seseorang.  Yang pertama adalah penghadiran fakta, seperti gambar dan film cinta, rayuan seseorang, pandangan, interaksi dengan lawan jenis yang terlalu dekat, dan sebagainya.  Yang kedua adalah pemikiran yang merangsang, seperti lamunan atau memikirkan seseorang secara terus menerus. 
Maka dari itu, melihat wanita atau fakta fakta yang yang menggugah birahi, akan membangkitkan naluri ini dan akan menuntut pemuasan. Demikian pula membaca cerita porno atau mendengarkan fantasi fantasi seksual akan membangkitkan naluri ini. Sebaliknya menjauhkan diri dari wanita atau dari segala sesuatu yang membangkitkan birahi akan mencegah bangkitnya naluri ini.    
Pandangan masyarakat Barat terhadap hubungan antara pria dan wanita didominasi dengan pandangan yang bersifat seksual semata. Oleh karena itu mereka sengaja menciptakan fakta fakta maupun pemikiran yang bisa membangkitkan naluri seksual dengan tujuan agar naluri tersebut bangkit hingga menuntut pemuasan. Dan selanjutkan akan mendapatkan ketenangan setelah naluri tersebut dipuaskan.
Berbeda dengan masyarakat Islam, yang memandang  bahwa hubungan antara pria dan wanita adalah difokuskan pada tujuan diciptakan naluri tersebut yaitu untuk kelestarian hidup manusia. Oleh karena naluri ini akan dijaga agar tidak bangkit dan menuntut pemuasan (sementara tidak ada pemuasan yang tersedia) sehingga mengakibatkan kepedihan dan kegelisahan. Oleh karena Islam menetapkan hukum syara yang mengatur agar tidak ada fakta atau pemikiran yang bisa merangsang birahi/bangkitnya naluri seksual. Di antaranya adalah
1.       Memerintahkan  laki-laki dan perempuan untuk bertakwa kepada Allah serta menundukkan sebagian pandangan dan menjaga kemaluan (QS.An Nuur:30-31).
2.       Memerintahkan keduanya menjaga kehormatan diri dengan menutup aurat.  Batas aurat laki-laki adalah pusar sampai lutut (HR Ahmad).  Aurat perempuan adalah seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan (QS An Nuur:31), yang harus ditutup dengan mengenakan kerudung (QS An Nuur:31) dan jilbab (QS Al Ahzab : 59).
3.       Melarang perempuan berdandan berlebihan yang menampakkan kecantikannya kepada laki-laki yang bukan mahram (QS An Nuur:60),
4.       melarang khalwat, yaitu bersepi-sepinya seorang laki-laki dan perempuan tanpa mahram (HR Bukhari Muslim) , dan melarang campur baurnya laki-laki dan perempuan tanpa ada kepentingan yang dibenarkan oleh syara’, seperti berpesta, atau berkumpul-kumpul untuk sekedar bersenang-senang.
5.       melarang untuk mendekati zina (QS.Al Isra :32), seperti berpacarannya remaja-remaja sekarang yang tidak lagi sungkan berpegangan tangan, berpelukan dan berciuman. 
6.       Memerintahkan para pemuda yang sudah mampu menikah untuk segera menikah, dan yang belum mampu untuk menjaga kesucian dirinya (QS An Nuur : 32-33), antara lain dengan memperbanyak berpuasa.  Puasa ini berfungsi mengalihkan gharizah nau’ kepada hal yang lebih tinggi nilainya yakni ibadah kepada Allah.
Sekalipun hukum syara’ ini dapat dilakukan secara individu, namun pelaksanaannya tidak akan sempurna tanpa ada system yang menerapkan.  Fungsi dari system adalah menjadikan hukum tersebut dijalankan, yaitu dengan mengkondisikan terlaksananya hukum dan  memberikan sanksi kepada orang yang tidak menjalankannya.  Sebagai contoh, keharaman bercampur baurnya laki-laki dan perempuan tanpa hajat syar’i.  Dalam tataran individu, bisa saja seseorang menghindarkan diri.  Tetapi ia hanya menghindarkan dirinya sendiri, sementara orang lain tetap mengerjakannya.  Berbeda dengan bila system yang menerapkan aturan ini.  System akan membuat aturan yang mengkondisikan umat menjalankannya, seperti pemisahan moda transportasi untuk laki-laki dan perempuan, pemisahan ruang-ruang kelas untuk pelajar laki-laki dan perempuan, penyediaan dokter perempuan yang memadai bagi pasien perempuan, dan sebagainya.  Begitu pula system akan memberikan sanksi bagi orang yang tetap melakukan campur baur tanpa hajat syar’i.
Islam juga memerintahkan penguasa untuk menjaga suasana taqwa di tengah masyarakat.  Penguasa bertanggungjawab menyusun kebijakan yang memastikan rakyat memahami agama dan terikat dengan hukum syara’.  Penguasa wajib mengontrol peredaran opini dan pemikiran di tengah masyarakat dan menjauhkan segala bentuk penyesatan dan ajakan kepada maksiat.  Karena itu, buku, majalah, film dan sebagainya, yang merusak pemikiran umat harus dijauhkan.  Termasuk penyebaran pemikiran dan fakta merusak tentang cinta dan seks ala kapitalis.
Dengan mekanisme penjagaan yang berlapis, dari ketaqwaan individu sampai penjagaan oleh sistem, hasrat cinta yang muncul pada manusia dapat dikendalikan dan diarahkan sesuai tujuan penciptaannya.  Cinta hanya dihidupkan dalam ikatan pernikahan suami-istri, tetapi dijauhkan dari kehidupan masyarakat umum. 
Sistem yang mampu untuk mewujudkan kebahagiaan dan ketenangan tersebut tidak lain adalah sistem Islam.  Sistem inilah yang harus kita perjuangkan untuk dapat diterapkan agar hasrat cinta bisa membawa kebahagiaan dan ketenangan bagi manusia, bukan kerusakan dan petaka. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar