Minggu, 27 April 2014

Problematika Surah dalam Al-Qur'an (part 2)




  Sistematika Surah Al-Qur'an
 
Para Ulama berbeda pendapat dalam mengurutkan su>rat-su>rat dalam Al-Qur’a>n. Mereka berbeda pendapat apakah pengurutan su>rat-su>rat berdasar pada tauqi>fi> (petunjuk langsung dari Allah swt.) lewat nas atau berdasar pada ijtihad.
 Dalam suatu riwayat dikatakan bahwa Rasulullah saw. telah membaca sejumlah su>rat  dengan tertib ayat-ayatnya dalam salat atau dalam khutbah Jum’at, seperti su>rat al-Baqarah, ‘Ali> Imra>n, dan an-Nisa>‘. Juga hadis sahih menyatakan bahwa Rasulullah saw. membaca su>rat al-A’ra>f dalam salat maghrib dan dalam salat Subuh hari Jum’at membaca su>rat Alif La>m Mi>m Tanzi>lul kita>bi la> raiba fi>hi (as-Sajdah), dan ad-Dahr; juga membaca su>rat Qa>f pada waktu khutbah; su>rat Jumu’ah dan su>rat Muna>fiqu>n dalam salat Jum’at.
 Jibril senantiasa mengulangi dan memeriksa Al-Qur’a>n yang telah disampaikan kepada Rasulullah saw. sekali setiap tahun, pada bulan Ramadan dan pada tahun terakhir kehidupannya sebanyak dua kali. Pengulangan Jibril yang terakhir ini seperti tertib yang dikenal sekarang ini.
Zarkashi mengatakan apabila diamati letak su>rat mencerminkan keagungan Ilahi, yakni ditunjukkan dengan hal-hal berikut: (1) adanya hubungan antara isi/makna dari akhir su>rat dengan permulaan su>rat berikutnya, (2) keseimbangan atau sajak pada kata-kata yang terdapat dalam Al-Qur’a>n seperti akhir dari setiap ayat pada su>rat al-Lahab dan al-Ikhla>s}, semua ayat pada su>rat tersebut diakhiri dengan bunyi “ad”.
 Mengenai tertib su>rat, terdapat tiga pendapat para Ulama’, yaitu:
1.      Tauqi>fi>
Golongan ini diwakili oleh Abu Bakar ibn al-Anbari, al-Kirmani, dan Ibnu al-Hisr. Dikatakan bahwa tertib su>rat itu tauqi>fi> dan ditangani langsung oleh Nabi saw. sebagaimana diberitahukan Jibril kepadanya atas perintah Tuhan. Dengan demikian, Qur’an pada masa Nabi saw. telah tersusun su>rat-su>ratnya secara tertib sebagaimana tertib ayat-ayatnya, seperti yang ada di tangan kita sekarang ini, yaitu tertib mushaf Uthman yang tak ada seorang sahabat pun menentangnya. Ini menunjukkan telah terjadi kesepakatan (ijma’) atas tertib su>rat, tanpa suatu perselisihan apa pun.
 Penempatan urutan su>rat yang terdapat dalam mushaf Al-Qur’a>n tidak disusun berdasarkan tertib turunnya, melainkan disusun berdasarkan tauqif (petunjuk) dari Nabi Muhammad saw. Begitu pula nama su>rat, biasanya diambil dari kata yang terdapat di permulaan su>rat atau diambil dari kata yang menjadi pokok pembicaraan dalam su>rat itu.
 Yang mendukung pendapat ini mengatakan bahwa Rasulullah telah membaca beberapa su>rat secara tertib di dalam salatnya. Ibn Abi Syaibah meriwayatkan dari Sa’id bin Kholid bahwa Nabi saw. pernah membaca as sab’ut} t}iwal dalam satu rakaat. Dan diriwayatkan lagi, Nabi saw. pernah membaca beberapa su>rat mufas}s}al (su>rat-su>rat pendek) dalam satu rakaat. Bukhari meriwayatkan dari Ibn Mas’ud, bahwa ia mengatakan: “Su>rat Bani Isra>’il, Kahfi, Maryam, Ta>ha> dan Anbiya> termasuk su>rat-su>rat yang diturunkan di Mekah dan yang pertama-tama aku pelajari.” Kemudian ia menyebutkan su>rat-su>rat itu secara berurutan sebagaimana tertib susunan seperti sekarang ini.
Telah diriwayatkan melalui Ibn Wahb, dari Sulaiman bin Bilal, ia berkata: “Aku mendengar Rabi’ah ditanya orang, ‘mengapa su>rat Baqarah dan Ali> ‘Imra>n didahulukan, padahal sebelum kedua su>rat itu telah diturunkan delapan puluh sekian su>rat Makki, sedang keduanya diturunkan di Medinah?’ Ia menjawab: ‘Kedua su>rat itu memang didahulukan dan Qur’an dikumpulkan menurut pengetahuan dari orang yang mengumpulkannya.’ Kemudian katanya: ‘Ini adalah sesuatu yang mesti terjadi dan tidak perlu dipertanyakan.’
Ibnul Hisar mengatakan: “Tertib su>rat dan letak ayat-ayat pada tempat-tempatnya itu berdasarkan wahyu. Rasulullah mengatakan: ‘Letakkanlah ayat ini di tempat ini.’ Hal tersebut telah diperkuat pula oleh nukilan atau riwayat yang mutawatir dengan tertib seperti ini, dari bacaan Rasulullah dan ijma’ para sahabat untuk meletakkan atau menyusunnya seperti ini di dalam mushaf.”
Dengan demikian, tetaplah bahwa tertib su>rat-su>rat itu bersifat tauqi>fi>, seperti halnya tertib ayat-ayat. Abu Bakar ibnul Anbari menyebutkan: “Allah telah menurunkan Qur’an seluruhnya ke langit dunia. Kemudian Ia menurunkannya secara berangsur-angsur selama dua puluh sekian tahun. Sebuah su>rat turun karena suatu urusan yang terjadi dan ayat pun turun sebagai jawaban bagi orang yang bertanya, sedangkan Jibril senantiasa memberitahukan kepada Nabi saw. di mana su>rat dan ayat tersebut harus ditempatkan. Dengan demikian susunan su>rat-su>rat, seperti halnya susunan ayat-ayat dan logat-logat Qur’an, seluruhnya berasal dari Nabi saw. Oleh karena itu, barang siapa mendahulukan sesuatu su>rat atau mengakhirkannya, ia telah merusak tatanan Qur’an.”
 Al-Kirmani dalam al-Burhan mengatakan tertib su>rat seperti kita kenal sekarang ini adalah menurut Allah pada Lauh} Mah}fu>z}, Al-Qur’a>n sudah menurut tertib ini. Menurut tertib ini pula Nabi membacakan di hadapan Jibril setiap tahun apa yang dikumpulkannya dari Jibril itu. Nabi membacakan di hadapan Jibril menurut tertib ini pada tahun kewafatannya sebanyak dua kali, dan ayat yang terakhir kali turun adalah su>rat Al-Baqarah ayat 281. Lalu Jibril memerintahkan kepadanya untuk meletakkan ayat ini di antara ayat riba dan ayat tentang utang piutang.
Termasuk ke dalam golongan ini, Nasr Hamid Abu Zaid, seorang ulama kontemporer. Menurutnya, urutan su>rat dalam mushaf al-Qur’a>n adalah tauqi>fi>, karena pemahaman ini sesuai dengan gagasan teks yang ada di lauh} mah}fu>dz}.
2.      Ijtiha>di>
Dikatakan bahwa tertib su>rat itu berdasarkan ijtihad para sahabat, mengingat adanya perbedaan tertib di dalam mushaf-mushaf mereka. Misalnya mushaf Ali disusun menurut tertib nuzul, yakni dimulai dengan Iqra’, kemudian Muddaththir, lalu Nu>n, Qalam, kemudian Muzzammil, dan seterusnya hingga akhir su>rat Makki dan Madani. Dalam mushaf Ibn Mas’ud yang pertama ditulis adalah su>rat Baqarah, kemudian Nisa> dan kemudian Ali> ‘Imra>n. Dalam mushaf Ubai yang pertama ditulis ialah Fatih}ah, Baqarah, kemudian Nisa> dan kemudian Ali> ‘Imra>n. Dalam mushaf Ibn Asytah memasukkan su>rat Anfa>l dan Taubat dalam as-sab’ut} t}iwa>l dan tidak memisah keduanya dengan basmalah.
Diriwayatkan, Ibn Abbas berkata: “Aku bertanya kepada Uthman yang mendorongmu mengambil Anfa>l yang termasuk kategori matha>ni dan Bara>’ah yang termasuk mi’in untuk kamu gabungkan keduanya menjadi satu tanpa kamu tuliskan di antara keduanya Bismilla>hir rah}ma>nir rah}i>m, dan kamu pun meletakkannya pada as-sab’ut} t}iwa>l (tujuh su>rat panjang)? Uthman menjawab: Telah turun kepada Rasulullah su>rat-su>rat yang mempunyai bilangan ayat. Apabila ada ayat turun kepadanya, ia panggil beberapa orang penulis wahyu dan mengatakan: ‘Letakkanlah ayat ini pada su>rat yang di dalamnya terdapat ayat anu dan anu.’
Riwayat lain menambahkan, Su>rat Anfa>l termasuk su>rat pertama yang turun di Madinah sedang su>rat Bara>’ah termasuk su>rat yang terakhir diturunkan. Kisah dalam su>rat Anfa>l serupa dengan kisah dalam su>rat Bara>’ah, sehingga aku mengira bahwa su>rat Bara>’ah adalah bagian dari su>rat Anfa>l. Dan sampai wafatnya Rasulullah tidak menjelaskan kepada kami bahwa su>rat Bara>’ah merupakan bagian dari su>rat Anfa>l. Oleh karena itu, kedua su>rat tersebut aku gabungkan dan di antara keduanya tidak aku tuliskan Bismilla>hir rah}ma>nir rah}i>m serta aku meletakkannya pula pada as-sab’ut} t}iwa>l.
3.      Tauqi>fi> dan Ijtiha>di>
Dikatakan bahwa sebagian su>rat itu tertibnya tauqi>fi> dan sebagian lainnya berdasarkan ijtihad para sahabat, hal ini karena terdapat dalil yang menunjukkan tertib sebagian su>rat pada masa Nabi saw. Misalnya, keterangan yang menunjukkan tertib as-sab’ut} t}iwa>l, al-hawamim dan al-mufas}s}al pada masa hidup Rasulullah.
Diriwayatkan,
ان رسول الله صلى الله عليه وسلم قال اقراوا الزهروين البقرة و ال عمران
 “Bahwa Rasulullah berkata: Bacalah olehmu dua su>rat yang bercahaya, Baqarah dan Ali> ‘Imra>n.”
Diriwayatkan pula,
انه كان اذا اوى الى فراشه كل ليلة جمع كفيه ثم نفث فيهما فقرا قل هوالله احد و المعوذتين
 “Bahwa jika hendak pergi ke tempat tidur, Rasulullah mengumpulkan kedua telapak tangannya kemudian meniupnya lalu membaca Qul huwalla>hu ah}ad dan mu’awwidhatain.” Ibn Hajar mengatakan:  “Tertib sebagian su>rat-su>rat atau sebagian besarnya itu tidak dapat ditolak sebagai bersifat tauqi>fi>.” Untuk mendukung pendapatnya ini ia kemukakan hadith Huzaifah as-Saqafi yang di dalamnya antara lain termuat:
“Rasulullah berkata kepada kami: ‘telah datang kepadaku waktu untuk membaca hizb (bagian) dari Qur’an, maka aku tidak ingin keluar sebelum selesai.’ Lalu kami tanyakan kepada sahabat-sahabat Rasulullah: Bagaimana kalian membuat pembagian Qur’an? Mereka menjawab: Kami membaginya menjadi tiga su>rat, lima su>rat, tujuh su>rat, sembilan su>rat, sebelas su>rat, tiga belas su>rat, dan bagian al-mufas}s}al dari Qa>f sampai kami khatam.” Kata Ibn Hajar lebih lanjut: “Ini menunjukkan bahwa tertib su>rat-su>rat seperti terdapat dalam mushaf sekarang adalah tertib su>rat pada masa Rasulullah.” Dan katanya: “Namun mungkin juga bahwa yang telah tertib pada waktu itu hanyalah bagian mufas}s}al, bukan yang lain.” Wallaahu a'lam bishshowab