Selasa, 24 September 2013

GIMANA YA BIAR KHUSYU' DALAM SHALAT?



Sahabat, adakalanya berbagai macam persoalan yang melalui hidup kita atau berbagai kemaksiatan yang sengaja atau tidak telah kita lakukan, menyebabkan sholat menjadi amburadul, tidak khusyu dan sekedar mengugurkan kewajiban saja.Bacaan menjadi tidak bermakna, jangankan menangisi ayat yang menakutkan, bahkan memahamipun tidak.Atau karena sudah "hafal" maka shalat menjadi secepat angin, itupun pikiran sudah tidak tertuju lagi kepada Allah. kemana? ya bisa jadi ke persoalan lain entah itu pekerjaan, tanggungan atau apa saja yang membuat terlena. Astaghfirullah, bukankah shalat adalah amalan yang pertama kali akan ditanyakan di yaumil akhir nanti? Oleh karena itu, mari sejenak mencari solusi masalah ini dengan menelusuri dan menemukan point penting dalam meraih kekhusyuan sholat ini.

Ada beberapa langkah yang bisa ditempuh untuk bisa meraih shalat  khusyu yaitu

1. khusyu dalam persiapan
·      Menyempurnakan syarat dan persiapan
·      Mengerjakan dengan tenang
·      Hati tertuju kepada Allah dan hal-hal yang berkaitan dengan shalat
·      Tidak ada perbuatan dan perkataan yang akan mengganggu kekhusu’an shalat

2. Khusyu gerakan
·      Sesuai tuntunan Nabi SAW
·      Tenang dan sempurna
·      Tidak ada gerakan tambahan yang tidak diperlukan
·      Tidak melirik dan menoleh

3.  Khusyu’ bacaan
·      Membaca dengan tartil dan tenang
·      Lirih, terdengar oleh telinga sendiri (kecuali jika dibutuhkan, misal saat menjadi imam shalat yang harus mengeraskan  suaranya)
·      Tidak berdehem, menguap, sendawa dll

4. Khusyu’ pikiran
·      Sadar pada bacaan
·      Memahami makna bacaan
·      Tidak larut dalam pikiran selain konsentrasi shalat
·      Tetap dalam kesadaran mengetahui kondisi sekitar

5. khusyu’ perasaan
·      Menghayati seluruh hal dalam shalat
·      Bergetar hati dan semakin menambah iman
·      Seolah-olah Allah ada di hadapan
·      Sujud sebagai sarana curhat
·      Menikmati shalat, menangis dll

Memahami bacaan shalat serta merenunginya merupakan salah satu jalan untuk meraih kekhusyu'an. Bahkan menjadi salah satu jalan utamanya. Rasanya orang yang jahil terhadap makna-makna yang dibacanya dari Al-Qur'an dan dzikir-dzikir dalam shalat sangat sulit sekali untuk mendapatkan kekhusyu'an. Hal ini sebagaimana yang disebutkan oleh Muhammad Shalih al-Munajid dalam 33 Sababab Lil Khusyu' Fish Shalah, pada urutan ke empat.

Dalam bagian ini, Syaikh Al-Munajid menganjurkan bagi orang yang melaksanakan shalat untuk memahami bacaan Al-Qur'an yang dilantunkan dalam shalat. Lalu beliau menunjukkan cara untuk memahami Al-Qur'an, yaitu dengan memperhatikan tafsir Al-Qur'an sebagimana yang dikatakan oleh Ibnu Jarir ra, "Sesungguhnya aku heran dengan orang-orang yang membaca Al-Qur'an, sedangkan ia tidak memahami takwil (tafsir)nya, mana mungkin dia dapat menikmati bacaannya." (Pendahuluan Tafsir al-Thabari, Mahmud Syakir: I/10)

Karenanya, sangat dianjurkan bagi orang yang membaca Al-Qur'an untuk membaca juga kitab-kitab tafsir. Jika tidak sempat, maka dianjurkan untuk membaca ringkasannya. Kalau masih juga berat, dianjurkan membaca kitab-kitab yang menerangkan kalimat-kalimat yang sulitnya. Dan bagi kita, orang Ajam yang tidak berbicara dengan bahasa Arab, dianjurkan untuk membaca terjemahannya. Semua ini agar kita bisa memahami bacaan Al-Qur'an yang dilantunkan dalam shalat sehingga kita mampu merenunginya, lalu tumbuh kekhusyu'an dalam diri kita.

Ketika seseorang memahami arti dan maksud ayat yang dibacanya memungkinkan dia untuk mengulang-ulang ayat tersebut guna lebih meresapinya dan memperkuat perasaannya. Dalam sebuah hadits disebutkan, "Nabi SAW pernah berdiri melaksanakan qiyamul lail semalaman hanya membaca satu ayat yang diulang-ulangnya hingga pagi, yaitu firman Allah, "Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. Al-Maidah: 118)

Seseorang yang memahami makna ayat yang dibaca, tentunya akan mungkin untuk berinteraksi langsung dengan ayat tersebut. Yaitu dengan bertasbih ketika melewati ayat tasbih, dan berdoa ketika melewati ayat yang mengandung permintaan, berta'awwudz (meminta perlindungan) ketika melewati ayat yang mengandung perlindungan, memohon surga ketika melewati ayat surga, dan berlindung dari neraka ketika melewati ayat yang membicarakan tentang neraka dan kedahsyatan siksanya dll.

Imam Muslim dalam Shahihnya meriwayatkan dari Hudzaifah ra, berkata,
"Suatu malam aku shalat bermakmum kepada Nabi SAW. Beliau membaca Al-Qur'an dalam shalatnya dengan berlahan (tidak tergesa-gesa). Apabila beliau sampai pada ayat yang mengandung tasbih, beliau bertasbih. Apabila sampai pada ayat yang mengandung permintaan, beliau meminta (berdoa). Dan apabila sampai pada ayat yang mengandung perlindungan, beliau berta'awwudz (memohon perlindungan)." (HR. Muslim, no. 772)

Sebagian ulama salaf juga membaca ayat dengan diulang-ulang karena terkesan dengan makna dan kandungannya. Hal ini tidak lain karena mereka memahami apa yang mereka baca. Qatadah bin al-Nu'man, seorang sahabat Nabi SAW, melakukan qiyamullailnya tanpa membaca surat apapun, kecuali surat Al-Ikhlash yang dibacanya berulang-ulang. (Atsar riwayat Al-Bukhari, lihat Fathul Baari 9/59 dan Ahmad dalam Musnadnya III/43)

Sa'id bin 'Ubaid al-Thaiy telah meriwayatkan sebuah atsar, ia pernah mendengar Sa'id bin Jubair mengimami pada bulan Ramadlan. Pada shalat tersebut, Sa'id hanya membaca ayat berikut ini secara berulang ulang,
"Kelak mereka akan mengetahui,ketika belenggu dan rantai dipasang di leher mereka, seraya mereka diseret, ke dalam air yang sangat panas, kemudian mereka dibakar dalam api." (QS. Al-Mukmin: 70-72)
Al-Qasim telah meriwayatkan bahwa dia pernah melihat Sa'id bin Jubair melakukan qiyamullail dengan hanya membaca ayat,
"Dan peliharalah dirimu dari (adzab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikit pun tidak dianiaya (dirugikan)." (QS. Al-Baqarah: 281) dan beliau mengulang-ulang bacaan ayat ini sampai 20 kali lebih.

Seorang laki-laki dari Bani Qais yang dikenal dengan Abu Abdullah telah meriwayatkan, "Pada suatu malam kami menginap di rumah Al-Hasan (al-Bashri), maka di tengah malam ia bangun dan shalat. Dan ternyata yang dibacanya hanyalah ayat berikut secara berulang-ulang hingga waktu sahur, yaitu firman Allah,

"Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu, sangat dzalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah)." (Qs. Ibrahim: 34)

Pada pagi harinya kami bertanya, "Wahai Abu Sa'id, mengapa engkau tidak melampaui ayat ini dalam bacaan sepanjang malam?" Al-Hasan menjawab, "Aku memandang ayat ini mengandung pelajaran yang mendalam. Karena tidaklah aku menengadahkan pandangan mataku dan tidak pula menundukkannya, melainkan pasti melihat nikmat. Sedangkan nikmat-nikmat Allah yang belum diketahui, masih sangat banyak." (Al-Tadzkirah, karya Imam al-Qurthubi, hal. 125)

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Munajjid juga menjelaskan bahwa meragamkan bacaan surat, ayat, dzikir, dan do'a dalam shalat bisa membantu menghadirkan kekhusyu'an. Namun, kekhusyu'an ini tidak akan diperoleh kecuali oleh orang yang mengetahui maknanya dan memahami kandungannya, sehingga ketika ia membacanya seolah dia sendiri yang bermunajat dan meminta kepada Allah secara langsung.

Berikut ini kekhusyu'an Rasulullah SAW dalam shalatnya sehingga tumbuh rasa takutnya kepada Allah sampai-sampai air mata beliau tertumpah membasahi bumi. Diriwayatkan dari 'Atha, dia dan 'Ubaid bin 'Umair pernah datang menemui 'Aisyah radliyallah 'anha. Kemudian 'Ubaid berkata, "Ceritakanlah kepada kami hal yang paling menakjubkan yang pernah Anda lihat dari Rasulullah SAW?" 'Aisyah menangis lalu becerita, "Pada suatu malam Rasulullah SAW bangun, lalu berkata, "Hai 'Aisyah biarkan aku menyembah Tuhanku malam ini, sesungguhnya aku suka dekat denganmu dan aku menyukai apa yang engkau sukai."

'Aisyah melanjutkan kisahnya, "Sesudah itu beliau bangkit dan berwudlu', lalu berdiri untuk shalatnya. Beliau terus-menerus menangis dalam shalatnya sehingga pangkuannya basah, dan terus menangis hingga tanahnya basah. Setelah itu Bilal datang untuk memberitahukan akan masuknya waktu Shubuh. Tetapi, setelah Bilal melihat beliau menangis, maka ia bertanya, "Wahai Rasulullah, Anda menangis, padahal Allah sudah mengampuni semua dosamu yang terdahulu dan yang kemudian?" Rasulullah SAW menjawab,
"Tidak bolehkan aku menjadi hamba yang banyak bersyukur? Sesungguhnya malam ini telah diturunkan kepadaku beberapa buah ayat. Celakalah bagi orang membacanya tapi tidak memikirkan makna yang terkandung di dalamnya: "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi . . . (QS. Al-Baqarah: 164) seluruhnya." (HR. Ibnu Hibban dalam Shahihnya. Al-Albani dalam Al-Shahihah, no. 68, menyatakan sanad hadits ini jayyid –baik-)

Mengetahui dan memahami makna apa yang dibaca di dalam shalat menjadi sarana wajib untuk bisa merenungkan dan mentadabburi setiap gerakan dan zikir-zikir dalam shalat. Dari perenungan dan tadabbur yang mendalam ini akan memunculkan sentuhan jiwa sehingga matapun akan bisa menangis. Allah berfirman tentang Ibadurrahman,
"Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat Rabb mereka, mereka tidaklah menghadapinya sebagai orang-orang yang tuli dan buta." (Q.S Al-Furqan 73)

Imam Ibnul Qayyim dalam kitabnya Al-Shalah, pernah menyatakan: "Ada satu hal ajaib yang dapat diperoleh oleh orang yang merenungi makna-makna Al-Qur'an. Yaitu keajaiban-keajaiban Asma dan Sifat Allah. Itu terjadi, tatkala orang tadi menuangkan segala curahan iman dalam hatinya, sehingga ia dapat memahami bahwa setiap Asma dan Sifat Allah itu memiliki tempat (bukan dibaca) di setiap gerakan shalat. Artinya bersesuaian. Tatkala ia tegak berdiri, ia dapat menyadari ke-Maha Terjagaan Allah, dan apabila ia bertakbir, ia ingat akan ke-Maha Agung-an Allah. 

Demikianlah bagaimana para ulama dan salafusshalih melaksanakn sholatnya secara khusyu.  Teladan bagi kita sahabat, agar kit pun termasuk orang orang yang beruntung sebagaimana dalam qs Al Mukminun," Sungguh beruntung orang orang mukmin,( yaitu) orang orang yang khusyu' dalam sholatnya..."














Kamis, 12 September 2013

MASIH MINIMALIS? GA MUSIIIMMM



"Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya"

Hari ini saya dapat cerita menarik tentang sebuah organisasi yang berorientasi akhirat dan berisi orang orang yang “katanya” peduli dengan kemajuan ummat ini namun gerak yang dilakukan beberapa anggotanya sangat minimalis ( mungkin lagi musim model minimalis ya). Terkesan sambil lalu dan ga serius. Ada beberapa orang dari mereka berasal dari kalangan si sibuk, dengan banyak kegiatan kantor yang padat dan ada juga yang berasal dari kalangan si santai alias banyak waktu luangnya. Tapi simpulan saya dari beberapa pengamatan, tampak bahwa sibuk atau santai ternyata hampir tak berbeda influence-nya terhadap aktivitas mereka. Yang santai ada saja alasan untuk tidak optimal, yang sibuk sama juga alasannya banyak.Yang santai alasannya ga ada dana buat jalan koordinasi yang sibuk alasan tidak punya waktu. Padahal intinya sama, ga serius, ga meluangkan waktu khusus dan ga niat. 

Ini terbukti dengan adanya seorang anggota berprofesi tenaga medis yang berada di top management sebuah Rumah Sakit Negri, sibuk luar biasa namun sangat amanah. Bahkan menjadikan teman kerja sebagai partner dakwah, stafnya sebagai objek dakwah dan tidak segan segan menjalin sinergi dengan aktivis organisasi lain di lingkup Pemkab. Dan ada juga anggota yang terlihat tidak bekerja, memiliki dua putra yang sudah tidak merepotkanpun tetap saja tidak sanggup keluar rumah meski hanya untuk menuntut ilmu.

Saya jadi ingat sebuah notes,’” ketika muda kita banyak tenaga dan  waktu, tapi sedikit uang. Ketika dewasa, kita punya banyak tenaga, uang  tapi tidak punya waktu, ketika tua, kita punya banyak waktu, uang tapi tidak ada tenaga”. Apa yang sempurna dalam hidup di dunia fana ini? Tidak ada. Artinya kita tidak akan pernah berbuat kebajikan jika menunggu kesempurnaan. Termasuk dalam hal melaksanakan amanah.Baik itu amanah pekerjaan yang dibebankan kantor atau tempat bekerja, amanah sebagai pemimpin rumah tangga, amanah sebagai ibu dan pengatur rumah tangga, amanah tugas kuliah, amanah lain dalam hal ini tidak akan ada sikon yang benar benar pas untuk kita menyelesaikannya dengan baik. Terkadang kita harus melaksanakan amanah tersebut ditengah banyaknya ujian hidup, sedikitnya sumber daya, kesibukan yang tiada habisnya. Benar jika di sebutkan "Al wajaba aktsaru minal auqaat”, ( kewajiban itu lebih banyak dari waktu yang diberikan.

Maka menunda waktu mengerjakan amanah, asal asalan atau minimalis dalam menjalankan amanah, prioritas prioritas yang tidak tepat itu semua merupakan penyakit yang harus sesegera mungkin ditinggalkan. Kita mesti jeli dengan diri kita sendiri, tidak membandingkannya dengan orang lain apalagi jika orang lain itu lebih malas daripada kita. Yang paling paham tugas kita harusnya ya kita sendiri, yang paling bisa menentukan prioritas   juga harusnya kita sendiri, yang menetapkan target sekuat kemampuan ya kita sendiri juga. 

 Jika untuk mengejar dunia yang fana saja kita berupaya maksimal, kenapa untuk mengejar akhirat yng sifatnya kekal, kita malah bersantai ria? Setiap kita adalah pemimpin, kitalah yang memimpin diri kita untuk optimal dalam kerja baik kerja duniawi maupun kerja akhirat.Setiap apa yang ada pada kita adalah amanah.kecerdasan itu amanah, kesehatan itu amanah, waktu, tenaga, harta juga amanah, bahkan islam yang kita peluk ini juga amanah. Setiap nikmat adalah amanah dan setiap amanah akan ditanyakan.di pengadilan akhirat nanti.Jadi sudah seyogyanya, amanah itu kita jaga dan manfaatkan sesuai perintahNya.

Sabtu, 07 September 2013

SETAN ITU BERNAMA GADGET



“Sesungguhnya setan telah mengatakan :’Demi keagungan-Mu, wahai Rabbku, aku tidak akan berhenti untuk menyesatkan hamba-hamba-Mu selagi roh mereka berada dalam jasadnya…’ (HR Ahmad dari Abu Sa’id).

Siapa di hari gini yang ga kenal gadget? Perangkat teknologi informasi terpopuler mulai dari pejabat hingga orang melarat, dari orang tua hingga anak anak dan dari para pekerja hingga pengangguran. Bedanya mungkin pada fisiltas di dalamnya saja. Namun sesederhana apapun fasilitasnya gadget tetap menjadi teman setia dalam setiap kesempatan. Istilahnya dimanapun tanpa gadget seolah mati gaya.  

Bukan setan kalau tidak mampu menggoda anak adam.Dia sangat kreatif dalam menciptakan modus modus penyesatan kepada hamba hamba Allah. Baik sejak sebelum si hamba memulai suatu perbuatan, pada saat berbuat dan jauh setelah perbuatan dilakukan.Jika belum berbuat , syetan selalu menahan seseorang untuk berbuat baik dengan keraguan dan ketakutan. Ah, ga usah sedekah, nanti hartamu berkurang, buat kebutuhan sendiri saja masih pas pasan, Ah ngapain datang di majelis ilmu, paling yang dibahas itu itu aja ga dapet apa apa”. Atau mendorong orang untuk mencoba coba perbuatan jahat, “udaaah sesekali hang out lah sama anak anak geje tuh, biar ga ketinggalan informasi”. Pada saat berbuatpun syaitan menghiasi perasaan seorang hamba dengan berbagai niat yang buruk dan menyimpang. Dan jauh hari setelah suatu perbuatan dilakukan, syetan menggoda manusia agar menceritakan kebaikannya atau mengenang perbuatan buruknya dan mengajaknya untuk mengulangi keburukan itu. Salah satu sarana yang dipake syetan dalam menggoda anak adam adalah dengan gadget.

Kalau kita mau renungkan, justru gadget sekarang seringkali telah menjadi penjelmaan setan itu sendiri. Chating, sms atau telepon, isinya menggunjing, bersayang-sayang dengan orang yang haram baginya, atau menyebar berita dusta.  Browsing membaca berita-berita gosip, melihat-lihat gambar dan video berbau porno, atau mendownload lagu baru, film dan game.

Memang sepertinya orang tidak berbuat apa-apa, tapi sebenarnya dosa jalan terus melalui gadget.  Kalaupun tidak melakukan yang berdosa seperti menggunjing, pacaran dan menyebar dusta, mereka  dekat dengan perbuatan yang diperintahkan Allah untuk ditinggalkan, yakni perbuatan sia-sia.  Allah SWT berfirman :

قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ [٢٣:١]الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ [٢٣:٢]وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ [٢٣:٣]
“Sungguh beruntunglah orang-orang yang beriman.  Yaitu orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang sia-sia” (QS Al Mu’minun : 1-3).

Perbuatan sia-sia adalah perbuatan yang tidak kita sadari merugikan kita.  Dengan melakukan perbuatan sia-sia, waktu kita terbuang percuma.  Semestinya kita bisa menggunakan waktu tersebut untuk hal-hal lain yang bermanfaat dan mengerjakan perbuatan yang dapat mendatangkan pahala.  Bahkan perbuatan sia-sia dapat mengundang dosa, saat kita terlena dengannya sampai melupakan kewajiban-kewajiban kita.  Seperti terlalu asyik menonton film, chating, main game dan sebagainya sampai melewatkan waktu shalat.

Yang memprihatinkan, saat ini perbuatan sia-sia seakan menjadi tren.  Di angkot, alih-alih berzikir, lebih banyak orang yang memasang headset di telinganya, mendengarkan musik.  Di mana pun kita lihat orang yang sedang asyik dengan gadget.  Chating menjadi budaya, dari messenger-an, facebook, twitter sampai blackberry-an.  

Mengasyikkan, namun sangat disayangkan, waktu kita habis  sia-sia.  Padahal bagi seorang muslim, waktu adalah investasi yang paling berharga.  Dan waktu, tidak akan pernah bisa kembali.  Jangan sampai saat kita sudah di depan pengadilan Allah, baru kita menyesali kehidupan kita di dunia, seperti digambarkan Allah dalam QS. Al Fajr :
وَجِيءَ يَوْمَئِذٍ بِجَهَنَّمَ ۚ يَوْمَئِذٍ يَتَذَكَّرُ الْإِنسَانُ وَأَنَّىٰ لَهُ الذِّكْرَىٰ [٨٩:٢٣]



يَقُولُ يَا لَيْتَنِي قَدَّمْتُ لِحَيَاتِي [٨٩:٢٤]
Dan pada hari itu diperlihatkan neraka Jahannam; dan pada hari itu ingatlah manusia, akan tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya.
Dia mengatakan: "Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini". (QS. Al Fajr : 23-24).

Itulah sebabnya agama kita memerintahkan kita untuk meninggalkan perbuatan sia-sia.  Bahkan, seorang yang menjaga agamanya, ia akan berusaha untuk sesedikit mungkin melakukan hal-hal yang mubah, sekalipun boleh, untuk dapat memperbanyak melakukan yang wajib dan sunnah. 

Dari Abu Hurairah ra, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, yang artinya:

 “Di antara (tanda) kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat baginya".”(Hadits hasan. Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan selainnya seperti itu). Hadits di ini merupakan salah satu prinsip adab dan etika mulia dalam Jami’ul 'Ulum wal-Hikam (I/288). 

Disinilah pentingnya kita menyusun prioritas amal.  Amal-amal wajib kita jalankan dengan sempurna.  Amal-amal sunnah kita perbanyak, amal-amal mubah kita cukupkan dengan seperlunya saja, dan amal-amal yang makruh dan haram kita tinggalkan.  Insya Allah, dengan kita menjaga diri dari perbuatan sia-sia, kita akan terhindar dari mengerjakan yang haram dan terjaga dari kerugian dunia.

Maka, daripada kita menghabiskan waktu untuk mendengar lagu, kenapa tidak untuk mendengar dan mengkaji Al Qur’an?  Chating dan sms kita jadikan sarana dakwah untuk menyampaikan ajaran agama.  Browsing kita jadikan sarana meningkatkan kualitas keilmuan kita.  Ngabuburit kita isi dengan menyambung ukhuwah, atau tadarus dan mengkaji agama.  Insya Allah dengan demikian perbuatan kita bernilai pahala. Kepada Allah kita memohon ampunan dan petunjuk. wallaahu a'lam