Kamis, 29 Mei 2014

PELAJAR DIPLOMAT: BRAIN WASHING?



Bagi pelajar, menjadi diplomat adalah sesuatu yang membanggakan. Betapa tidak untuk kondisi sekarang, selain dianggap keren, diplomat termasuk profesi yang menguntungkan dari sisi materi. Apalagi saat ini semakin banyak penawaran beasiswa dan kursus-kursus untuk jurusan ini yang diinisiasi secara langsung oleh Kementrian Luar Negeri.
Tahun lalu misalnya, kegiatan diplomasi publik goes to school yang dilaksanakan di Semarang telah menyedot perhatian 240 peserta yang terdiri dari kalangan pelajar dan guru SMA se-Jawa Tengah, para mahasiswa se-Jawa Tengah, dan akademisi Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Diponegoro Semarang. Kegiatan besar ini terselenggara atas kerjasama Kementerian Luar Negeri RI c.q. Direktorat Diplomasi Publik dengan SMAN 3 Semarang dan FISIP Universitas Diponegoro Semarang.
Sementara di Jakarta, Junior Short Diplomatic Course yang diadakan oleh Universitas Budi Luhur bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri RI, c.q. Ditjen IDP pada 6 Mei 2014 juga telah menarik perhatian 200 peserta SMA se-Jabodetabek. Dalam kursus ini para pelajar diberi kesempatan untuk melakoni peran sebagai presidents, ministers for foreign affairs, delegates, dan co-chair. Selain belajar menyampaikan statements, rights of reply, arguments dan counter-arguments secara elegan dalam bahasa Inggris, para pelajar juga mempelajari tata cara persidangan, menejemen waktu dan protokol simulasi sidang.
Di tahun ini pula, pemerintah Indonesia akan mengirimkan 21 pelajar dan mahasiswa berprestasi sebagai  peserta program "Outstanding Students for the World" ke AS. “Mulai 2 hingga 19 November nanti, mereka akan dikirim ke AS untuk bertemu, berdiskusi dan melakukan presentasi di sekolah-sekolah, universitas, markas besar PBB dan sejumlah lembaga di AS” demikian tutur Direktur Diplomasi Publik Kemlu, Kusuma Habir. Tiga hari sebelum berangkat ke AS, para peserta akan mengikuti pembekalan/orientasi dalam negeri.
Di AS, mereka mendapatkan kesempatan untuk melakukan presentasi ilmiah di beberapa sekolah/ universitas di AS, melihat praktik diplomasi di beberapa perwakilan di AS termasuk di Markas besar PBB di New York dan diskusi interaktif dengan  beberapa institusi Pemerintah (Departemen Luar negeri, dan Departemen Pendidikan AS). Mereka juga diagendakan untuk beraudiensi dengan "Indonesia Caucus" di Parlemen AS, mengunjungi Museum NASA/Smithsonian dan mengikuti  kuliah mengenai Kepemudaan/Pendidikan di Markas Besar PBB New York. Selain itu, mereka akan mengunjungi beberapa Universitas ternama di Boston (Harvard, MIT, dan Tufts), dialog interaktif di beberapa sekolah di Pittsburgh, dan berkunjung ke Silicon Valley dan markas besar Apple /Google di San Fransisco. (http://www.dnaberita.com/berita-47049-konstituen-diplomasi-di-kalangan-muda-kemlu-kirim-21-pelajar-berprestasi-ke-as.html)

Pelajar Berdiplomasi: Dari Aksi Hingga Substansi

Gencarnya sosialisasi pemerintah terhadap diplomasi publik ini menarik untuk dikaji lebih jauh. Bukannya tanpa sebab, pasalnya sosialisasi ini menjadi lebih deras arusnya pasca kedatangan Obama ke Indonesia tahun 2012 silam. Tanggal 13 Desember 2012, Direktur Eksekutif AMINEF (American Indonesian Exchange Foundation), Mike McCoy, dan Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Luar Negeri Indonesia (Pusdiklat KEMLU) Huzairin Pohan, telah menandatangani perjanjian baru untuk mendukung beasiswa pendidikan tingkat tinggi. Kemitraan dalam bidang pendidikan tingkat tinggi ini mencerminkan komitmen jangka panjang Presiden Obama dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk memperluas, mempererat, dan meningkatkan pertukaran pelajar antara AS dan Indonesia. (http://indonesian.jakarta.usembassy.gov/news/embnews_19122012.html)
Pendidikan merupakan  ikatan yang senantiasa mempererat hubungan antara AS dan Indonesia. Dubes AS saat itu, Scot Marciel, menguatkan hal ini. Dia menyatakan program ini adalah wujud kerjasama peningkatan hubungan antar masyarakat di kedua negara. Marciel menuturkan bahwa hubungan antar masyarakat, terutama di bidang pendidikan, menjadi prioritas AS.  Ditambahkan, keyakinannya program ini akan dapat meningkatkan pemahaman antara masyarakat AS dan Indonesia. (http://www.dnaberita.com/berita-47049-konstituen-diplomasi-di-kalangan-muda-kemlu-kirim-21-pelajar-berprestasi-ke-as.html)
Namun sayangnya, pendidikan yang menjadi prioritas AS ini bukanlah untuk memajukan bangsa Indonesia atau membantu pemuda Indonesia agar lebih pandai dan cerdas. Sebab yang menjadi prioritas AS adalah pendidikan yang mengandung upaya untuk transformasi nilai antar bangsa. Sementara pendidikan diluar itu seperti teknologi tidak menjadi prioritas AS untuk melakukan pertukaran pelajar dengan Indonesia.
Ini terlihat pada fakta yang terjadi. Mayoritas negara memahami diplomasi sebagai  seni, teknik, dan cara bagaimana kita mengadakan pendekatan atau perundingan (negosiasi) untuk memperjuangkan kepentingan nasional suatu negara dan langkah-langkah yang diambil untuk mengamankan kepentingan tersebut, disamping membina hubungan dan kerjasama yang baik dengan negara-negara lain (Prof. Dr. Boer Mauna, 2002). Sehingga karena memahaminya seperti diatas, mayoritas melihat diplomasi publik yang dikembangkan pemerintah saat ini adalah suatu hal yang positif. Apalagi jika dikaitkan dengan fakta di lapangan dimana para pelajar diminta untuk mempromosikan kesenian daerah, kuliner khas suatu daerah bahkan menggunakan batik dan mengajarkan bahasa Indonesia untuk mempromosikan Indonesia ke kancah internasional.
Nyatanya, disisi lain para pelajar diplomat dianjurkan (baca: dipaksa) untuk mempromosikan Indonesia dengan citra sebagai negara yang demokratis, negara dengan mayoritas muslim moderat dan negara pluralistik. Diplomasi dengan tiga ciri itu ternyata tidak bergerak di ruang kosong, namun dikembangkan justru ditengah masyarakat yang sedang bertransformasi menjadi lebih transparan dan partisipasif. (Herning Suryo, Total Diplomasi dan Pencitraan Indonesia, Transformasi vol. XIV no 22 tahun 2012)
Tiga ciri inilah yang sebenarnya menjadi prioritas AS untuk mentransformasikan  nilai-nilai Barat ke Indonesia. Artinya mindset para pelajar ini dibentuk agar mereka melihat negaranya dengan sudut pandang demokrasi, pluralisme dan moderat. Aksi-aksi yang ditampilkan dalam kompetisi, menunjukkan indikasi ini dengan sangat jelas, bagaimana para pelajar harus berbicara dengan bahasa dan gaya mereka, cara memberi counter terhadap pendapat yang berbeda, melakukan persidangan seperti kebiasaan mereka dan sebagainya. Kemudian ini diperkuat dengan kunjungan ke berbagai tempat yang dianggap sebagai representasi dari AS.
Fakta-fakta diatas jelas menunjukkan bahwa diplomasi yang dikembangkan dalam pertukaran pelajar, baik dari sisi substansi maupun aksinya, ternyata mengandung unsur –unsur yang mengarah pada pencucian otak para pelajar.  Sehingga kelak mereka akan menjadi boneka AS yang ditanam di negerinya sendiri.

Diplomasi Publik: Strategi AS Menguasai Kaum Muslimin
Dalam sebuah dokumen yang berjudul Changing Minds Winning Peace: a new strategic direction for u.s. public diplomacy in the arab & muslim world, terlihat dengan jelas bahwa diplomasi publik adalah strategi terbaru AS untuk mendominasi kaum muslimin yang ada di negara-negara berkembang dan Timur Tengah. Dalam dokumen itu disebutkan pada halaman 13 bahwa
First and foremost, public diplomacy requires a new strategic direction informed by a seriousness and commitment that matches the gravity of our approach to national defense and traditional state-to-state diplomacy. This commitment must be led by the political will of the President and Congress and fueled by augmented financial and human resources.
Ini menunjukkan bahwa diplomasi publik yang dikembangkan saat ini adalah program unggulan yang sengaja dirancang untuk diterapkan di negara-negara muslim dan Arab, termasuk Indonesia. Dan skenario ini telah berjalan dengan mulus tanpa halangan yang berarti. Komprehensif partnership yang disepakati oleh Obama dan SBY beberapa tahun yang lalu menjadi salah satu pintu masuk dari program ini. Kemitraan ini memang menunjukkan adanya political will dari penguasa kedua negara ini. Berarti program yang digulirkan ke Indonesia ini, khususnya bidang pendidikan, harus dibaca sebagai sebuah program yang sudah di desain agar Indonesia masuk dalam perangkap AS.
AS sendiri telah melihat bahwa pendidikan adalah salah satu celah untuk mentransformasikan nilai-nilai yang diinginkannya. Maka upaya untuk menginternalisasikan nilai-nilai Barat ini dilakukan dengan perombakan pada kurikulum. Sejak tahun 2003 ada beberapa kali perubahan kurikulum, yakni kurikulum CBSA-KBK tahun 2004, kemudian berganti menjadi KTSP pada tahun 2006, dan terakhir kurikulum 2013. Disebutkan dalam dokumen itu pada halaman 14.
The most effective programs of public diplomacy - the ones most likely to endure and have  long-term impact - are those that are mutually beneficial to the United States and to the Arab and Muslim countries. We urge that care be taken to emphasize programs that build bridges and address the regions weaknesses, especially in education, while at the same time advancing the American message and building a constituency of friendship and trust
Indonesia menjadi sasaran empuk AS. Sebab selain memiliki kelemahan di bidang pendidikan, AS memiliki kepentingan terhadap populasi muslim di Indonesia. Jumlah penduduk Indonesia yang didominasi muslim ini ternyata sangat mempengaruhi opini dunia.  Jika Indonesia berani bersuara menentang AS dengan kemampuan opininya ini, pastilah AS akan semakin jatuh di mata dunia internasional. Itulah sebabnya mengapa AS sangat gencar menyetir penguasa Indonesia. Analisa ini didasarkan pernyataan dalam dokumen tersebut pada halaman 19 yang menyebutkan,
The bottom has indeed fallen out of support for the United States. In Indonesia, the country with the largest Muslim population in the world, only 15 percent view the United States favorably, compared with 61 percent in early 2002. In Saudi Arabia, according to a Gallup poll, only 7 percent had a very favorable view of the U.S. while 49 percent had a ve ry unfavorable view. In Turkey, a secular Muslim, non-Arab democracy that is a stalwart member of NATO and a longtime supporter of America, favorable opinion toward the U.S. dropped from 52 percent three years ago to 15 percent in the spring of 2003, according to the Pew Research Center. The problem is not limited to the Arab and Muslim world. In Spain, an ally in the war in Iraq, 3 percent had a very favorable view of the United States while 39 percent had a very unfavorable view.
Disisi lain, secara ekonomi, AS akan kehilangan pasar yang besar jika negara-negara muslim dan arab tidak lagi merasa diuntungkan dengan keberadaan AS. Ketakutan inilah yang menyebabkan AS mengubah strateginya menjadi lebih soft. Dan AS menyasar kalangan muda, karena di masa depan kalangan muda inilah yang akan melanjutkan kepemimpinan di negara-negara muslim dan Arab. Sungguh ini adalah sebuah strategi yang harus dipahami dengan benar oleh generasi muda muslim.
Transformasi nila-nilai Barat dalam diplomasi publik menjadi tidak terbantahkan ketika jelas disebutkan di halaman 23 dokumen tersebut sebagai berikut:
Unlike powerful nations of the past, the United States does not seek to conquer but to spread universal ideals: liberty, democracy, human rights, equality for women and minorities, prosperity, and the rule of law. Specifically, according to our values and principles, the American vision for the Arab and Muslim world is for it to become a peaceful, prosperous region working toward participatory government, with democracy, social justice, human dignity, and individual freedom for all; a region where extremism, in either a secular or religious cloak, is marginalized and where the zone of tolerance is expanded. In more concrete terms, stated American policy toward the Arab and Muslim world on issues like those below, needs to be more fully communicated:
  • peaceful settlement of conflicts between the Arabs and Israelis, in Kashmir, and in the Western Sahara;
  • peace in Afghanistan and Iraq;
  • regional security cooperation ;
  • global energy security;
  • free, open, representative, and tolerant political systems;
  • economic growth through private market economies, free trade, and investment;
  • education systems that prepare students to participate constructively in civil society and the global marketplace;
  • a free press, with public and private media that educate, inform, and entertain, with careful attention to accuracy and respect for the diversity of the region;
  • full participation of women and minorities in society.

Inilah yang harus dipahami generasi muda. Tujuan AS adalah untuk menyebarkan nilai-nilai yang mereka anut. Nilai-nilai yang kental dengan ideologi Kapitalisme Liberalisme. Nilai-nilai inilah yang akan disebarkan ke seluruh penjuru dunia. Agar seluruh dunia menerapkan ideologi ini dan mereka akan menangguk keuntungan yang luar biasa diatas penderitaan hampir sebagian besar bangsa yang ada di dunia ini. Sungguh ini adalah kejahatan yang di desain sedemikian rupa sehingga tak nampak bagi sebagian besar orang.
Penutup
Mencermati fakta diatas, menunjukkan bahwa Barat menggunakan kurikulum sebagai senjata untuk menjajah kaum muslimin dan dengan kurikulum itulah Barat membalikkan segala hal. Mengubah sudut pandang kaum muslimin terhadap kehidupan, mengubah pandangannya terhadap nilai-nilai yang diemban oleh Islam dan mengubah pandangannya terhadap hukum-hukum Islam itu sendiri. Wal hasil, jika ini dibiarkan dan generasi muda digiring untuk mengikuti program cuci otak ini, maka akan sangat sulit bagi kaum muslimin bangkit dan merebut kembali kejayaannya dulu.
Maka harus ada upaya yang kuat untuk menyampaikan keburukan program ini di tengah-tengah masyarakat. Dan ini tidak lain hanya bisa dilakukan dengan dakwah yang menggugah. Dakwah yang mampu mengubah kembali sudut pandang masyarakat yang kebarat-baratan menjadi sudut pandang Islam, mengubah kembali pandangan masyarakat tentang nilai-nilai Barat dan mengubah kembali perasaan masyarakat akan hukum-hukum Islam. Dakwah semacam ini tidak mungkin dilakukan jika tidak memiliki sebuah ideologi yang kuat dan bersih dari pemikiran pemikiran barat. Sebab dakwah seperti inilah nantinya yang akan mengantarkan pada penerapan hukum Islam secara sempurna di masyarakat.



disadur dari tulisan : dr. Estyningtias P* dengan sedikit editing



Tidak ada komentar:

Posting Komentar