Selasa, 13 Mei 2014

Ketimpangan Lahan,dalam Perspektif Filsafat Hukum Islam


Kesenjangan ekonomi masyarakat indonesia semakin parah, selama tahun 2011-2013. Persoalan ketimpangan lahan diyakini sebagai akar persoalannya. Data dari badan pertanahan nasional (BPN), 56% aset berupa properti, tanah dan perkebunan dikuasai hanya oleh 0,2 % penduduk indonesia. Hasil sensus pertanian 2013 menunjukkan 26,14 juta rumah tangga tani hanya menguasai lahan rata-rata 0,8 Ha. Sebanyak 14,25 juta rumah tangga tani hanya menguasai lahan kurang dari 0,5 per keluarga (KOMPAS, 7-4-2014). Kondisi ketimpangan tersebut apabila ditinjau dari prespektif hukum, memunculkan kegelisahan, apakah ada yang salah dengan produk perundang-undangan yang terkait dengan masalah perekonomian dan kesejahteraan rakyat, padahal hakekat keberadaan hukum untuk mewujudkan tatanan masyarakat yang adil. Keadilan menjadi salah satu tujuan penting akan keberadaan hukum dalam masyarakat.

Dominasi sistem Ekonom Liberal

Persoalan ketimpangan lahan dalam sistem ekonomi kita yang condong menuju liberal seperti dalam ilustrasi di atas adalah suatu keniscayaan, karena dalam sistem ini tingkat kesejahteraan diukur dari tingginya GNP tanpa memperhatikan aspek distribusinya pada masyarakat. Kenapa? kita bisa menelaahnya dari perspektif sistem ekonomi kapitals liberal yang mendasarkan kebijakan ekonomi makronya pada tiga pilar, yaitu faktor kelangkaan relatif terhadap barang dan jasa, nilai ( value) yang didalamnya ada dua aspek yaitu nilai guna dan nilai tukar, serta harga ( price). Menurut sistem ini, persoalan utama perekonomian adalah karena kelangkaan barang dan jasa di pasar yang menjadi alat pemuas kebutuhan masyarakat yang tidak terbatas. Ingat bahwa  salah satu jargon dalam ekonomi liberal adalah bahwa kebutuhan manusia itu tidak terbatas dan alat pemuas kebutuhan bersifat terbatas. Oleh karena itu, yang di push dalam sistem ini adalah produksi setinggi tingginya. makin tinggi produksi, makin mengindikasikan kemakmuran dan tingkat kesejahteraan rakyat. Bagaimana distribusinya agar sampai di masyarakat? Disini ada struktur atau mekanisme harga yang secara otomatis mendistribusikan hasil produksi kepada masyarakat. 
Indikator kesejahteraan yang didasarkan pada GNP sesungguhnya rawan, karena bisa jadi GNP yang tinggi itu diwakili oleh beberapa gelintir orang yang menguasai banyak sektor produksi, sementara sebagian besar rakyat hanya menguasai sebagian kecilnya seperti ilustrasi di atas. Maka wajar jika dalam hal penguasaan aset lahan yang menjadi modal untuk melakukan produksi baik pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan maupun properti,  siapa yang bermodal, ia yang akan menguasai lahan, siapa yang kuat, dia yang menang. Keadaan ini bak hukum rimba dalam belantara perekonomian Indonesia meskipun secara formal, pemerintah menetapkan sistem demokrasi ekonomi dan ekonomi kerakyatan sebagai pilar perekonomian kita.
Negara hanya berfungsi sebagai penjamin kebebasan bagi warganya maupun investor asing untuk berinvestasi maupun menjalankan roda perekonomian. Bahkan sudah bukan menjadi hal rahasia apabila para pejabat negara justru mengeluarkan aturan yang tidak populer bagi kesejahteraan rakyat hanya demi memuaskan kepentingan para kapitalis. Konsep keadilan menurut saya, tidak diukur dari tingginya angka GNP dalam negeri karena ini tidak representatif. Angka GNP tidak bisa menjelaskan aspek pemerataan kesempatan ekonomi pada masyarakat. 

Filsafat Hukum Islam Memandang Masalah Ekonomi
 
Keadilan seharusnya mampu menjelaskan bagaimana baiknya tingkat distribusi kekayaan kepada seluruh rakyat, yang menjamin tercapainya pemenuhan seluruh kebutuhan primer maupun sekunder serta tertier jika memungkinkan. Artinya peran negara dalam distribusi ini benar benar nampak baik dalam regulasi yang menjamin kepastian hukum maupun kebijakan praktis yang diemban oleh para aparatur negara.
 Lahan adalah salah satu aset penting dalam ekonomi karena dari pengelolaan lahan bisa dihasilkan berbagai produk pertanian, perkebunan, perikanan, properti, maupun peternakan.Oleh karena itu ketika pemerintah tidak membuat regulasi yang tepat tentang aturan penguasaan lahan,yang terjadi adalah kerakusan ala feodalisme. Perspektif keadilan dalam hal ini akan bisa dicapai apabila pemerintah mengatur distribusi lahan yang terfokus pada kesejahteraan rakyat.
Saya mengambil perspektif filsafat hukum  Islam dalam menyoroti persoalan di atas. Para ahli hukum Islam  berpendapat bahwa hukum Islam bersumber dari ajaran Islam  ( Al-Quran dan Al-Hadis) sehingga bisa disebut Law is religion. Hukum Islam biasa disebut Islamic law dan Islamic Jurisprudance. Islamic Law disebut syariat islam dan Islamic Jurisprudance disebut fikih.
 Persoalan ekonomi rakyat ini terkait dengan kaidah  muamalah dalam aliran filsafat hukum Islam.  Mengenai  kaidah mualamalah ini, hanya pokok pokoknya saja yang ditetapkan oleh Al-Qur’an dan As Sunnah. Adapun rinciannya terbuka bagi akal manusia yang memenuhi syarat untuk melakukan ijtihad. Hal ini didasarkan kepada tujuan hukum Islam  dalam  kaitannya dengan perubahan sosial yang biasa disebut maqasid asy-syariah.
Banyak ayat dalam Al-Quran yang menjelaskan tujuan adanya hukum Islam yaitu  untuk kemaslahatan umat manusia sebagaimana dalam QS Al Anbiyaa ayat 107 yang artinya “ Dan tidaklah kami mengutus kamu, melainkan ntuk ( menjadi) rahmat bagi seluruh alam”. Ayat tersebut secara umum menunjukkan bahwa tujuan  hukum  Islam adalah untuk  mencapai  kemaslahatan. Ada lima hal pokok yang harus diwujudkan untuk mewujudkan kemaslahatan yaitu pemeliharaan atas agama, nyawa, akal, keturunan, dan harta.  
Persoalan ekonomi  ( pangan) dalam hal ini terkait dengan ketimpangan lahan yang menjadi salah satu asetnya, adalah persoalan dlaruriyah  menurut  hukum  Islam. Ia adalah salah satu dari 6 kebutuhan pokok manusia yaitu: sandang, pangan, papan, kesehatan, keamanan dan  pendidikan. Karena  ia adalah kebutuhn pokok, maka pemenuhannya pada tiap individu  rakyat menjadi tanggung jawab negara dengan menjamin masing masing individu rakyat untuk terpenuhinya kebutuhan tersebut. pangan merupakan hal yang harus dipelihara  karena ia menyangkut nyawa manusia, hak hidup yang asasi pada manusia. Maka seharusnya negara memiliki undang-undang yang tegas dan konsisten dalam masalah distribusi kekayaan kepada warganegaranya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar