Senin, 14 Juli 2014

ORANG ORANG KALAH ( catatan kecil dari Liponsos Keputih)

Safari Ramadhanku kali ini berbalut pilu. Kutengadahkan mukaku ke langit lepas, menatap rembulan  benjol tanggal tujuhbelas. Melewati gemerlap kota Surabaya, perumahan elit yang pintu gerbangnya saja sudah pongah, tak bersahabat, dijaga dengan beberapa petugas keamanan yang penuh waspada,  kemudian menuju tempat paling suram di belantara peradaban ini. Sebuah tempat rehabilitasi penderita sakit jiwa. 1400-an jiwa yang berada dalam batas antara manusia dan bukan manusia.Siapa yang peduli dengan ruang hampa di hati-hati mereka ketika semua dari kita terjebak di euphoria pilpres dan berlomba berkompetisi mengejar prestise akademis, gelar gelar sosial, gemerlap gelimangan harta dan mahkota kedudukan. Yah buat apa sih menengok orang-orang tak berguna? Yang tak beda antara ada dan tiadanya. 

Sesosok perempuan berkerudung biru lusuh menungguku setia hingga aku selesai sholat. Di Mushala Liponsos Keputih itu  ia bercerita,” Bunda, suamiku pergi dari rumah menaiki sepeda angin... jauuuh sekali, lama ia tidak kembali dan aku rindu. Aku mencarinya karena ingin berbuka puasa dengannya. Aku menaiki sepeda angin dari Gresik ke Surabaya. Aku lelah sekali, haus sekali. Aku mampir di sebuah warung, bulan puasa tapi aku tidak tahan lagi. Aku sudah mengayuh jauh sekali dan suamiku tak kutemui. Aku minum di warung itu dan didalamnya ada minuman keras. Aku minum banyak sekali dan terkena razia terus di bawa kesini... “ Wajahnya polos, ia melanjutkan bercerita sementara aku mencoba berempati dengan ratapannya. "Dulu aku pernah mondok Bunda, aku ingin jadi ustadzah seperti bunda, tapi aku sekarang ada disini. Ingin pulang tapi.."  

Itu sebuah fragmen yang  saya dapati, mencoba menelaah kenapa seseorang menjadi gila.  Beberapa dari mereka terdera krisis rumah tangga, sebagian lagi tak diketahui karena reratanya ditemukan tak beridentitas di tepi jalan. Ditertibkan petugas dan dibawa ke tempat ini. Beberapa lagi terjebak dengan pergaulan rusak yang menjerumuskan hidup mereka menjadi pelacur jalanan, atau penenggak narkoba. Beberapa waria juga senang singgah di pondok sosial ini. Aku dan tim adalah orang ke sekian ratus mungkin, yang menengok mereka. Saat itu kami berbarengan dengan tim baksos dari gereja katolik yang juga rutin setiap kamis menyambangi para penderita gangguan mental ini.

Speechless, ketika aku harus memberikan wejangan untuk mereka. Aku harus bicara apa? sementara sebagian mereka selama acara terus menerus tertawa lebar, ada yang terlihat sedikit smart namun sejurus kemudian hilang fokus dan sama sekali tidak nyambung antara penjelasan dan pertanyaan. " Bu, rumahmu mana, Bu syekh Hasan bashri itu apa gurunya Emha Ainun Najib?....". Sebagian dari mereka mungkin awalnya cerdas, mungkin awalnya terpelajar dan ada juga yang awalnya anak kuliahan atau jangan jangan awalnya mencalonkan diri menjadi calon legislatif. Dari tahun ke tahun jumlah mereka tak makin berkurang, sebaliknya makin banyak saja. Perasaanku tak terdefinisi,  Begitu pun dengan teman-teman, bagaimanapun menghadapi mereka secara komunal berbeda dengan ketika setiap hari menemui mereka dijalan jalan.

Depresi Sosial

Satu satunya penyakit yang menghilangkan hisab manusia di akhirat adalah hilang ingatan. Artinya pemikirannya sudah tidak berfungsi dan kesadarannya sudah tidak terkendali. namun bahwa mengapa mereka menjadi gila  tentu masih dalam taraf yang bisa kita telusuri. Memang, ada sebagian dari manusia yang secara genetik memiliki potensi retardasi mental dan itu merupakan satu kenyataan yang tidak bisa kita ingkari. Akan tetapi sesungguhnya ada gejala di masyarakat kita, depresi yang memicu kegilaan ini muncul dikarenakan faktor eksternal seperti kehilangan/ kematian orang-orang tercinta, kekerasan yang dialami, konflik yang tak terpecahkan, penyakit berat berkepanjangan, masalah pribadi yang tak menemukan solusi hingga penyalahgunaan obat dan zat aditif lainnya. Memang faktor eksternal ini tidak serta merta menyebabkan depresi, kembali lagi kepada tingkat kemampuan manusia itu sendiri untuk mempertahankan diri dalam segala situasi.

Freud menjelaskan beberapa mekanisme survival yang biasa dilakukan seorang manusia ketika menghadapi kondisi kondisi ekstrim dalam kehidupannya, salah satunya adalah repression. seseorang akan memiliki kecenderungan untuk menekan kecemasannya terhadap suatu problem ke alam bawah sadarnya agar terlupakan. Namun ketika semakin banyak hal yang dipendam dalam dirinya berupa ketidakpuasan dan ketidaknyamanan seringkali memunculkan tekanan mental yang berat sehingga pada suatu masa akan muncul dalam bentuk lain yaitu halusinasi, dan ketidakmampuan subjek untuk membedakan antara alam sadar dan bawah sadarnya. inilah yang disebut dengan istilah "gila". Oleh karena itu ada suatu terapi terhadap penderita depresi berat selain memakai obat anti depresan, yaitu terapi katarsis, memancing pasien untuk berbicara apa saja yang terlintas dalam batinnya agar bisa ditelusuri penyebab depresinya.

Faktor eksternal berupa konflik sosial adalah variabel yang bisa dikondisikan. Disinilah sesungguhnya wilayah kita. Tempat kita menemukan solusi yang lebih mendasar dibandingkan aktivitas bakti sosial. Bakti sosial adalah solusi cepat bagi mereka yang memang saat ini butuh makan, pengobatan dan mental recovery. Namun mencegah pabrik masalah yang memicu depresi  sosial tentu lebih serius untuk dilakukan. artinya kita butuh pola kehidupan yang membawa kenyamanan hidup, kesejahteraan dan perdamaian. Pola hidup yang menjadikan sandaran vertikal kepada Sang pencipta sebagai pilar utama dalam menyelesaikan setiap ujian dan tantangan. Mengapa Sang Pencipta? ya, karena keyakinan kepada Sang pencipta akan menghasilkan kekuatan tak terkira. Ketika kebahagiaan seseorang ditentukan dengan standar materi yang didapatkan, kehidupannya akan sangat labil karena materi memang bukan sesuatu yang kekal. Itulah yang menyebabkan munculnya depresi. Sandaran yang lapuk ini menjadikan manusia kehilangan orientasi hidup yang menjadi pegangan dia saat melangkah.Akibatnya, orang orang yang tak mampu bersaing akan menjadi orang orang yang kalah.Terbuang hidupnya dan dilupakan jaman. Bukankah hidup kita di negeri ini didominasi dengan pola materialistis ini?

Ketika semua bisa dibeli dengan uang, banyak anak remaja melacurkan masa depannya demi uang. Banyak orangtua membeli sekolah dan pekerjaan dengan uang,calon penguasa membeli suara rakyat dengan uang. Semua mengejar uang, hingga  kebanyakan lupa bahwa kebahagiaan tak bisa serta merta dibeli dengan uang. Kesalahan mendefinisikan kebahagiaan ini menjadikan manusia lupa dan bahkan tidak mengenali dirinya sendiri. Dari mana ia berasal, untuk apa ia hidup dan akan kemana setelah kehidupan nanti. Kesalahan ini sudah bersifat sistemik hingga menjadi budaya, menjadi rahim peradaban dan  melahirkan pemimpin pemimpin yang mengabdi kepada uang.

Merubah Paradigma

Persoalan gangguan kejiwaan ibarat bunga dari sebuah pohon yang berakar pada paradigma keliru tentang konsep hidup. Ia juga merupakan asap yang ditimbulkan oleh api persoalan politik yang tidak dikelola dengan bijak. Merubah paradigma adalah solusi mendasar yang memang harus dikerjakan oleh komponen negeri yang masih memiliki kesadaran agar paradigma ini tidak makin menambah deretan korban. Merubah paradigma seperti apa yang harus dilakukan? yakni paradigma yang didasarkan pada aqidah yang shahih, sesuai dengan fitrah manusia, memuaskan akal, dan menentramkan hati. Paradigma yang memandang bahwa dibalik alam semesta, manusia dan kehidupan ini ada Dzat yang Maha Pencipta sekaligus Maha Pengatur. Yang paling tahu hakikat manusia, lahir dan batinnya. Yang Maha mengatur hingga ke tingkat sel dan unsur unsur pembentuk sel manusia dan semua makhluk. yang paling tahu tabiat manusia dan paling tahu solusi masalah manusia. inilah yang akan menghasilkan pemikiran cabang yang berfungsi untuk mengatur semua permasalahan manusia. Dialah aqidah Islam.-- bersambung---

















Tidak ada komentar:

Posting Komentar