Kamis, 17 Juli 2014

DAKWAH? DAPAT APA DARI DAKWAH?




                Hidup itu dinamis, suka dan duka silih berganti, Setepat apapun kita melangkah, akan selalu ada hambatan dan ujian. Karena hidup memang kampung ujian, maka kita selalu dihadapkan pada pilihan pilihan yang menghasilkan konsekwensi didalamnya.

Pilihan seorang mukmin adalah menjadi pengemban dakwah. Dakwah adalah poros hidupnya. Semua kegiatan diluar dakwah harus bersenyawa dengan dakwahnya. Pekerjaannya membawa pesan dakwah. Karena sejatinya tujuan hidupnya adalah mengagungkan Allah, beribadah di jalan Allah. Tidak ada dikotomi dalam hidupnya, antara mencari dunia dengan mengejar akhirat. Dunia adalah sarana sedangkan akhirat adalah tujuan. Itu semua merupakan konsekwensi logis dari keimanannya kepada Allah, Dzat yang maha Pencipta sekaligus Maha Pengatur. Kebebasan dalam hidupnya dibatasi aturan Allah. Dan dia yakin bahwa aturan Allah pasti membawa kemaslahatan bagi dirinya, keluarganya dan masyarakat. 

Tidak sedikitpun ia ragu dengan hukum Allah. Karena dia yakin, bahwa Allah tidak mungkin keliru dengan aturan yang dibuat- Nya. Mengatur segenap jagadraya saja mudah bagi-Nya, apalagi mengatur makhluk lemah seperti manusia. Allah mengatur dengan detil terperinci hingga hal hal paling kecil. Bahkan hingga nisbah nisbah titik didih dan titik beku pada benda benda di muka bumi ini. 

Ketika kita sibuk dengan teori generatio spontanea, kita lupa bahwa alam ini ada bukan hanya karena kumpulan materi yang saling mempengaruhi satu sama lain, tapi sesungguhnya ada suatu pola yang menyebabkan berlakunya setiap kondisi. Siapa yang menentukan bahwa titik didih air harus 100 C, kromosom sel kelamin harus 23 hingga untuk menjadi seorang manusia harus ada perkawinan yang menghasilkan sel somatis 46 kromosom? Siapa yang menentukan bilangan fibonacci pada jumlah kuntum kuntum bunga? Apakah materi itu atau sesuatu di luar materi? Seharusnya kita menyadari ada sebuah kekuatan unvisible diluar itu, Sang Pencipta. 

Dan, kenapa ketika kita menyadari itu, kita lupa bahwa kita adalah makhluk jua yang tak bisa keluar dari posisi  kita sebagai materi yang juga harus tunduk pada hukum alam? Hukum pencipta? Hukum hukum pencipta ini sesungguhnya sudah kita pegang setiap hari, sudah kita baca hingga khatam bahkan hafal, namun isinya seringkali kita ragukan, kita redefinisi dengan akal kita yang terbatas ini. Kita ikut ikutan memakai tafsir hermeneutika yang biasa dipakai oleh pemegang bible. Padahal telah jelas bahwa bible memang tidak dijamin keasliannya. Tafsir hermeneutika dipakai sebagai tongkat bagi si buta dalam menafsirkan isi bible yang sudah tercemari. 

Sedangkan al-Qur’an sudah jelas akan terjaga keasliannya hingga hari kiamat. Tidak ada keraguan di dalamnya. Kita lebih mengidolakan Jurgen Habermas, jacquest derrida daripada Imam ibn katsir, Ibn Abbas atau Jalalain. Kita lebih memilih tafsir ala orientalis dengan berfikir bahwa mereka lebih modern dan bisa menjawab tantangan jaman. Saya bertanya ketika ada kalimat “kutiba ‘alaikumushshiyaam..” kita tunduk. Tapi ketika terpaut hanya beberapa ayat terdapat kalimat “kutiba ‘alaikumul qishash...” kita kemudian menginterpretasi berdasarkan kemauan akal kita. Padahal sesungguhnya itu adalah bentuk ketidak beranian kita melaksanakan syariah-Nya. Lantas kita bertanya, macam apa keimanan kita ini? Beriman sebagian dan ragu pada sebagiannya. Kita berpegang pada kaidah ushul yang keliru, bahwa “tidak ditolak perubahan hukum karena perubahan tempat dan waktu”. Lantas kita interpretasi bahwa itu artinya kita bisa merubah hukum-hukum syariah yang tidak sesuai dengan keinginan. Kita juga berpegang pada kaidah syara,” urf /adat  adalah  hukum syara’” padahal ‘urf yang dimaksud bukan sembarang ‘urf, namun adalah ‘urf yang sudah terbentuk dalam tradisi masyarakat islam yang baik.

S   Sungguh, menjadi muslim itu pilihan, namun menjadi mukmin itu adalah karunia paling berharga. Dengan iman kita mengenal dakwah.  Dakwah adalah pendidikan kedewasaan terbaik. Dakwah itu keteladanan, sebab, siapa yang akan percaya pada pengemban dakwah yang ucapannya tidak sejalan dengan sikap lakunya?
Dakwah itu belajar kesabaran, jika ukuran dakwah itu perasaan Rasulullah SAW tidak akan mengajak Abu Thalib menjadi muslim hingga akhir hidup beliau.Dakwah itu menuntut ilmu, manusia akan mendengar pembicaraan yang memiliki hujjah yang kuat. Ia perlu ilmu.Dakwah itu belajar negosiasi, Rasulselalu mencontohkan tentang bagaimana beliau bernegosiasi dengan kabilah kabilh yang datang ke Ka'bah pada musim haji untuk mengajak mereka kepada agama Allah dengan jalan damai dan pemikiran. Dakwah itu manajemen stres, Bagaimana tidak, dakwah bukan perkara yang sepi dari tantangan dan tentangan. Jika bukan karena Allah niscaya sudah banyak pengembang dakwah yang pensiun dan memilih jalur aman.
6        
      Dakwah itu kecerdasan spiritual, dia tidak bisa dilakukan oleh orang orang yang jauh dari Allah. Dia hanya bisa dikerjakan orang-orang ikhlas dan amanah.Dakwah itu kecerdasan ekonomi, betapa banyak pengemban dakwah yang harus mampu menysihkan hartanya untu membiayai dakwah ditengah keterbatasannya dalam ekonomi atau begitu banyak pengemban dakwah yang memakskan diri menjadi orang kaya karena tuntutan dakwah yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Dakwah itu leadership, pengemban dakwah akan selalu menjadi magnet yang daya tariknya besar terhadap lingkungan sekitar. kalimatnya ditaati dan perbuatannya jadi tolok ukur. Dia menjadi leader secara informal bagi masyarakat. 

        Dakwah itu kepedulian, seorang pengemban dakwah adlah orang yang peduli dengan keadaan masyarakat. Ia berusaha mencari solusi untuk kebaikan masyarakat tanpa meminta balasan.   Dakwah itu cinta. seprang pengemban dakwah akan menyeru manusia ke jalan keselamatan, mengingatkan yang lupa, mendoakannya di keheningan malam di saat manusia lelap dalam mimpinya, ia memohon kepada Allah agar umat ini diselamatkan. ia amat mencintai ummat.     Dakwah itu ilmu komunikasi, menyampaikan hukum Allah perlu kemmpuan komunikasi yang baik, pengemban dakwah mesti menguasai teknik komunikasi agar tidak terjadi perselisihan paham yang justru memecah belah umat. Teramat banyak pelajaran berharga dalam dakwah. Pelajaran yang tak ternilai bagi kemaslahatan hidup manusia. Maka tidak berlebihan jika dikatakan bahwa dakwah adalah darah dalam tubuh umat. Nyawa dalam jiwa umat.
       
    Maka Jika ukuran DAKWAH itu PERASAAN, Rasulullah SAW sudah berhenti dakwah ketika bertubi tubinya ujian. Jika ukuran DAKWAH itu SEMANGAT, Rasulullah SAW akan berhenti dakwah ketika Khadijah dan Abu Thalib wafat. Jika ukuran DAKWAH itu KESIBUKAN, Abdurrahman Bin Auf berhenti dakwah karena sibuk berdagang. Jika ukuran DAKWAH itu KENYAMANAN, Mus'ab bin Umair tidak akan meninggalkan kemewahan dunianya untuk berjuang.

2   Jadi, DAKWAH itu BELAJAR. Belajar SABAR menghadapi ujian. Belajar MANAJEMEN STRESS ketika ditempa tekanan. Belajar LEADERSHIP ketika mengharuskan kita membagi perhatian.  Belajar ilmu POLITIK ketika kita meraih kepercayaan untuk memimpin masyarakat mengejawantahkan aturan Islam. Masihkah kita sekarang bertanya, buat apa dakwah, dapat apa dari dakwah??

2 komentar: