Minggu, 19 Januari 2014

Pelajaran hari ini...

Hari ini saya berkesempatan mengisi forum diskusi, berdampingan dengan kepala Bidang Penanganan Medik sebuah RSUD di kabupaten saya. Kami membahas persoalan "Kesehatan dari sisi pandang pemerintah saat ini vs Jaminan Kesehatan Era Islam". Senang, selalu ada ilmu baru setiap kali saya berdampingan dengan para narsum profesional. kapan ya saya bisa se- profesional mereka. Alhamdulillah, Itulah mengapa saya tidak pernah menolak menjadi narsum meskipun ilmu masih amatiran. Yah, untuk belajar dan belajar. Belajar bisa dimulai dari menerima tantangan baru. Tentu ga boleh gegabah juga tanpa persiapan. Persiapan maksimal, tawakkal dan pede aja. 

Btw, membahas soal kebijakan BPJS, saya dapat ilustrasi kongkret dari beliau Ibu Rr. Rusti Sakundhari. Lulusan Kesehatan Masyarakat UNAIR itu memang sehari harinya mengurusi masalah Jaminan Kesehatan Nasional di RSU. BPJS ini mengcover jaminan kesehatan baik bagi peserta ASKES, JAMSOSTEK,TNI/POLRI, Jamkesmas maupun SKTM dan masyarakat umum. Semuanya dibawah satu payung yaitu JKN yang melayani persoalan penanganan medis bagi pasien, meskipun dari unsur -unsur tadi ada yang disubsidi dan ada yang murni dari masyarakat. Jadi intinya sampai tahun 2019 nanti diharapkan seluruh masyarakat Indonesia sudah terdaftar sebagai peserta BPJS dan mendapatkan layanan kesehatan yang terjamin dengan hanya membayar Rp. 25.500 perbulan untuk ruang perawatan kelas 3, Rp. 42.500,- untuk ruang perawatan kelas 2 dan Rp. 59.500,- untuk dapat ruang perawatan kelas 1. 

Sampai kapan bayarnya? ya tiap bulan sampai akhir hayat by name by address yak. so ga boleh minjam punya sodara. Seorang peserta forum mengacungkan tangan," trus bagaimana Bu kalau kami misalnya nih, daftar BPJS nya kalau pas sakit, trus kalau sudah sembuh berhenti. bagaimana? trus kalau mau sakit lagi daftar lagi, apa boleh?" Wahh ternyata ga boleh,. Jadi meskipun ga sakit ya tetaaap bayar. Kan prinsipnya gotong-royong, biayain yang lain . Bahkan kalau macet bayar, bisa kena pasal looh. ada sanksi pidananya. hmmm....

Kalau seluruh keluarga dengan ayah-ibu dan dua anak jadi berapa bayarnya perbulan? ya tinggal ngalikan saja, kalau mau kelas 3 ya Rp. 25.500 x 4. Itung sendiri laah. sakit ga sakit bayar loh yaa. Ada lagi peserta yang komentar," Bu, katanya gas harganya dinaikkan juga untuk dialokasikan dana subsidinya buat kesehatan, lah kesehatan ko dinaikkan juga? Bahkan kemarin saya nyimak di TV, Presiden mau menaikkan subsidi jaminan kesehatan pejabat agar bisa berobat di luar negri?". " Bu, apakah bayar premi ini sama dengan nabung?" dan sangat banyak pertanyaan yang akhirnya menjadi jawaban bagi peserta forum sendiri, betapa kebijakan ini sangat memberatkan masyarakat.

Memang,seharusnya kesehatan jangan dikomersialisasi ya. Soalnya ini termasuk 6 diantara kebutuhan pokok masyarakat. So kebutuhan pokok mah ga cuma sandang, pangan dan papan saja. tapi juga termasuk kesehatan, pendidikan dan keamanan. Itu kalau dalam kacamata Islam ya. Yang namanya kebutuhan pokok, ya mesti dipenuhi artinya yang bertanggungjawab menjaminnya ya negara. Kan negara itu pelayannya masyarakat. Kalau masa Islam dulu, dana untuk kebutuhan pokok masyarakat  tersebut diambil dari yang namanya "baitul maal". Sumber dana baitul maal darimana? ya dari zakat, fa'i,  hasil pengelolaan sumberdaya alam oleh negara. So, ga sampe deh masyarakat diharuskan "gotong royong" untuk menanggung biaya kesehatan sesama warga. Beda urusan intinya mah. 

Yang menarik dari Islam untuk saya uraikan itu adalah tentang upaya preventif berbasis sistemik. Saya tertarik dengan bagaimana komprehensifnya islam menjamin kebutuhan pokok masyarakat dengan serangkaian aturan yang berkaitan satu sama lain. jadi INTINYA gini. 

Jauh sebelum orang itu sakit, islam sudah ngatur dulu pola hidup masyarakat biar ga rentan sakit. Coba, ada gak aturan yang mikirin pola makan halal dan thoyyib biar masyarakat ga gampang sakit. Ada ga aturan yang ngurusin pola pergaulan agar ga terjerumus seks bebas sehingga mencegah timbulnya wabah penyakit menular. Ada ga aturan selain islam yang menjelaskan bagaimana hukum orang yang tinggal di daerah epidemi wabah, dimana dia ga boleh keluar dari daerah itu agar ga bawa penyakit tersebut keluar wilayah?. Ada ga aturan lain selain Islam yang mengatur pola aktivitas manusia dengan break sholat 5 waktu sehari agar ga stress dengan pekerjaan. Wajar jika pada masa Islam jaya dulu umat ga gampang sakit. Disamping tersedianya fasilitas kesehatan yang tiap kabupaten menyediakan 7-8 RS, rumah sakit keliling dengan tenaga profesional yang kompeten, available, continuous dan accessible.( cb baca ya:'" Hospital in islamic civilization, E.Ragheb)

Bukti nyata ketika Islam diterapkan, kita pernah baca bagaimana dokter yang dikirim kaisar Romawi, selama setahun berpraktek di Madinah, kesulitan nemuin orang yang sakit.

Peserta pun termangu, kami rindu Islam menaungi kami. Di sini... kami terpaksa ikut asuransi, agar kesehatan yang harusnya jadi hak rakyat, harus dibiayai oleh mereka sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar