Rabu, 10 September 2014

UCAPAN TERBAIK



Aktivitas dakwah  dan pembinaan para aktivis pengembannya bertujuan untuk meningkatkan sekaligus menguatkan kepribadian islam (syakhsiyah islamiyah) yakni  membentuk dan menguatkan pola pikir dan pola jiwa islami para aktivisnya. Yang dikehendaki dari tastqif/ pembinaan adalah bukan sekedar menjadikannya orang berilmu, tetapi sekaligus mengamalkan ilmu yang didapat dari proses pembinaannya. Terkait pentingnya mengamalkan ilmu Abu Darda’ RA pernah berkata,” Engkau tidak akan menjadi orang berilmu hingga engkau belajar. Engkau tidak bisa dikatakan menguasai  suatu ilmu hingga engkau mengamalkan ilmu itu.”

Al Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah bahkan berkata,” orang berilmu pada dasarnya bodoh hingga dia mengamalkan ilmunya. Bila dia mengamalkan ilmunya , barulah layak dia disebut berilmu.” ( ‘Awa’iq ath Thalab, hal 17-18)
Selain mengamalkan ilmu, para aktivis dakwah dituntut untuk berdakwah atau menyampaikan ilmunya. Dakwah adalah aktivitas yang amat mulia.Karena itu kemuliaan aktivis dakwah terletak pada aktivitas dakwahnya bukan pada status/sebutannya. Dengan kata lain kemuliaan aktivis dakwah terletak pada lisan atau ucapannya yang senantiasa mengusung nilai-nilai dakwah. Allah SWT sendiri menyatakan demikian (yang artinya), “ Siapakah yang lebih baik ucapannya dibandingkan dengan orang yang berdakwah  (mengajak) kepada agama Allah (TQS Fushshilat:33)
Artinya tidak ada seorangpun yang ucapannya lebih baik - sebagus apapun gaya bicara dan retorikanya- dibandingkan dengan ucapan orang yang berdakwah atau mengajak manusia untuk mentauhidkan  sekaligus menaati Allah SWT ( Al –Jazairi, Aysar at-Tafasir, III/480)
Tentu kemuliaan itu hanya milik aktivis dakwah yang menyatukan antara ucapan dengan perbuatannya. Kemuliaan itu tidak untuk pengemban dakwah yang kemana-mana berdakwah tapi perilakunya tidak sesuai dengan apa yang ia dakwahkan seperti: mengajak orang lain untuk selalu terikat dengan syariah namun dia sendiri melanggar syariah, mengajari orang lain agar ikhlas namun dia sendiri sering riya, menyuruh orang lain agar berkorban untuk Islam namun dia sendiri pengorbanannya amat minimalis, mengingatkan orang lain agar bertaqarrub kepada Allah namun dia sendiri makin jauh dari Allah dst.  Pengemban dakwah seperti ini tentu jauh dari kemuliaan dan kebaikan. Dia malah akan mendapatkan kemurkaan dari Allah SWT sebagaimana dalam firman-Nya ( yang artinya),” Hai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan apa yang tidak kalian perbuat? Sungguh Allah amat membenci kalian yang mengucapkan apa yang tidak kalian lakukan ( TQS Ash Shaf: 2-3).
Salah satu pendapat menyatakan, sababun nuzul ayat ini terkait dengan peristiwa sebagaimana yang dituturkan oleh Abu Talhah dari Ibnu Abbas ra, bahwa suatu saat sekelompok orang dari kalangan kaum muslimin menyatakan ( sebelum jihad diwajibkan), “ kami sangat menyukai jika Allah SWT menunjukkan kepada kami amalan yang paling Dia cintai( sehingga kami bisa melakukan amal tersebut).” Namun tatkala turun ayat tentang kewajiban jihad, mereka malah tidak suka ( enggan melakukannya): Ibnul jauzi, Zad al-Masir III/426; Al-Mawardi , An-nakt wa al-uyun, IV/ 267).
Sikap itulah yang amat dibenci Allah  SWT karena itu menurut Imam Al Jazairi ayat di atas bermakna ,” pernyataan kalian tentang sesuatu yang tidak kalian lakukan benar-benar telah menjadikan Allah amat membenci kalian.” ( Al-Jazairi Aysar at Tafasir, IV/260).
Tentu ayat inipun sesungguhnya merupakan peringatan dan ancaman kepada orang yang mengklaim sebagai pengemban dakwah tetapi tidak sungguh-sungguh berdakwah atau menjadikan dakwah hanya sekedar aktivitas sampingan ( bandingkan dengan pernyataan Imam Al jazairi)
Dakwah diantaranya merupakan salah satu syarat diantara tiga syarat yang mesti ada pada seseorang yang ingin meraih derajat sebagai orang yang paling baik lisannya sebgaimana firman Allah dalam QS fushshilat 33 di atas. Allah SWT sendiri melanjutkan firman-Nya  ( yang artinya):” ... yang beramal shalih dan berkata bahwa aku adalah bagian dari kaum muslim” (TQS Fushshilat :33).
Dengan demikian selain dakwah, syarat kemuliaan dan kebaikan ucapan pengemban dakwah adalah beramal shalih yakni menjalankan semua kewajiban dan menjauhi semua larangan/ keharaman. Juga bangga dengan Islam sebagai bentuk memuliakan islam dengan berani meyatakan diri sebagai muslim. Dalam kondisi demikian tidak ada seorangpun yang lebih mulia dan lebih baik lisan atau ucapannya daripada orang yang memenuhi ketiga kriteria di atas. Di antara yang masuk dalam golongan ini, yang paling utama adalah para Rasul ( Al Jazairi, ibid hlm III/480).
Dengan demikian seseorang yang mengklaim pengemban dakwah, tetapi tidak benar-benar menjalankan  kewajiban dakwah tidaklah termasuk yang dimuliakan oleh Allah SWT berdasarkan ayat ini. Demikian pula pengemban dakwah yang tidak beramal salih berupa menjalankan semua kewajiban lain seperti birrul walidayn, menuntut ilmu, mencari nafkah yang halal,atau masih menjalankan keharaman seperti masih terlibat dalam transaksi ribawi, menjalankan akad-akad muamalah batil, menjalin hubungan tidak islami dengan lawan jenis  dsb.
Tidak dimuliakan Allah pula, pengemban dakwah yang tidak berani dengan bangga menyatakan dirinya sebagai seorang muslim, termasuk pengemban dakwah yang enggan menyampaikan kebenaran yang dia yakini, baik karena tidak percaya diri, malas-malasan atau tidak berani menghadapi resiko dakwah meski hanya cibiran dan dijauhi masyarakat.
Alhasil seorang dikatakan memiliki lisan  atau ucapan terbaik di mata Allah SWT jika memiliki tiga syarat: (1) berdakwah (2)  beramal shalih (3) berani menyatakan diri sebagai muslim. Hanya dengan itulah , dakwah benar benar akan berpengaruh terhadap objek dakwah. Jika dakwah tidak ada pengaruhnya terhadap pihak pihak yang kita dakwahi, sepantasnya kita khawatir jangan jangan kita belum memenuhi ketiga syarat di atas.
Wamaa taufiqi illa bilL ah (Arif B. Iskandar).

1 komentar: