Selasa, 22 April 2014

PROBLEM HUKUM DALAM PENELITIAN HUKUM NORMATIF



Mengidentifikasi Problem Hukum

Tidak semua masalah yang terjadi di  sekitar kita termasuk dalam  problem hukum. Seorang peneliti hukum  hanya akan memfokuskan perhatiannya pada bidang yang ia teliti yaitu hanya terhadap problem hukum saja. Dalam ilmu hukum, kajian terhadap penerapan aturan hukum yang didukung oleh teori dan konsep konsep dalam bidang hukum dihadapkan pada fakta hukum yang memunculkan ketidakpaduan antara kajian teoritis dengan penerapan hukum positif tersebut. Ketidakpaduan antara keadaan yang diharapkan  (das sollen) dengan kenyataan (das sein) menimbulkan  tanda tanya mengenai apa sebenarnya permasalahan hukum ( problem hukum) dari segi normatif.Dengan demikian apa yang diharapkan terjadi akibat penerapan hukum tersebut ternyata tidak berfungsi seperti yang diharapkan atau justru menimbulkan konflik yang menyebabkan ketidakadilan, ketidaktertiban, dan ketidakpastian hukum dalam masyarakat dan ini bertentangan dengan cita cita hukum itu sendiri.
Ruang lingkup problem hukum yang menjadi permasalahan dalam masyarakat sangat luas.Problem  tersebut  meliputi  hubungan  keperdataan ,pidana, tata usaha negara, hukum internasional, dan berbagai aspek hukum lainnya. Pada dasarnya hampir  semua problem hukum dapat diidentifikasi menjadi objek kajian dalam penelitian normatif.

Problem Hukum dalam Dogmatik hukum

Dogmatik Hukum memiliki konotasi pejoratif dengan Ajaran hukum (rechtsleer) atau Kemahiran hukum (rechtskunde) yang merupakan cabang dari ilmu hukum yang berkenaan dengan obyek-obyek  (pokok-pokok pengaturan) dari hukum, bahkan  lebih luas yg berkenaan dengan tata hukum  (rechtsbestel) secara keseluruhan. Dogmatik hukum mengumpulkan dan menelaah pokok-pokok pengaturan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dengan tujuan untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik dan penjelasan tunggal tentang pokok telaah  yang diteliti.
Kegunaan dari dogmatik hukum adalah upaya menemukan dan mengumpulkan bahan empirikal sampai ke sudut-sudut terjauh dari hukum, yaitu dengan cara penataan dan pengolahan secara sistematikal, dengan menampilkan gambaran secara menyeluruh terikhtisar dan kejernihan dari apa yang tampaknya merupakan suatu kesemerawutan dari pengumpulan bahan yang belum lengkap atau tercerai berai. Maka Dogmatik hukum mempresentasikan secara global dan terpadu (sintetikal) tingkat keadaan hukum, sehingga para juris akan merujuk kepadanya, begitu pembacaan biasa atas undang-undang tidak lagi cukup untuk penyelesaian masalah-masalah yang di hadapi.
Objek kajian dogmatik hukum adalah menggali sumber-sumber hukum formal dalam arti luas yakni perundang-undangan, putusan pengadilan, traktat-traktat, asas-asas hukum, kebiasaan, dan memandang hukum secara terisolasi seolah-olah tercabut dari sumber kehidupannya yang sesungguhnya. Dogmatik hukum pada dasarnya melihat hukum sebagai  sebuah kemandirian murni dengan suatu daya hidup (levenskracht) sendiri terlepas dari peristiwa-peristiwa kemasyarakatan. Instrumen kerjanya adalah sistematisasi berdasarkan kaidah – kaidah logikal.
Jadi Dogmatik Hukum  (rechtsdogmatiek) atau ajaran hukum (rechtsleer) yaitu dalam arti sempit, bertujuan untuk memaparkan, mensistematisasi juga menjelaskan (verklaren) hukum positif yang berlaku (vigerende positiefrecht). Walaupun demikian, Dogmatik  Hukum bukanlah ilmu netral yang bebas nilai. Tidak karena hukum itu saling terkait antara nilai-nilai dan kaidah–kaidah. Bukankah dalam asasnya sangat mungkin memaparkan nilai–nilai dan kaidah–kaidah sebagai ketentuan–ketentuan faktual secara sepenuhnya netral dan objektif, melainkan secara sadar mengambil sikap berkenan dengan butir-butir yang di diperdebatkan. Sehingga orang tidak hanya mengatakan bagaimana hukum dapat di interpretasikan melainkan juga bagaimana hukum harus diinterpretasikan.
Dogmatik Hukum memaparkan dan mensistematisasi hukum positif yang berlaku dalam suatu masyarakat tertentu dan pada suatu waktu tertentu dari suatu sudut pandang normatif. Sudut pandang normatif ini dapat berupa yuridik internal maupun ekstra yuridik. Bahwa sebuah pasal undang–undang tertentu harus dipandang sudah dihapuskan secara diam–diam karena ia bertentangan dengan ketentuan dalam sebuah undang–undang yang lebih baru, berdasarkan asas hukum yang umum bahwa undang–undang yang baru harus selalu didahulukan ketimbang undang–undang yang lama (lex posterior derogat legi priori).
Jadi Dogmatik Hukum  mempelajari aturan–aturan hukum itu sendiri dari suatu sudut pandang atau pendekatan teknikal. Dogmatik Hukum bertujuan untuk atau memberikan sebuah penyelesaian konkret, atau membangun suatu kerangka yuridik-teknikal, bagi semua masalah konkret, atau membangun suatu kerangka yuridik-teknikal yang didasarkan pada sejumlah masalah yang ada atau yang ada kemudian harus dapat memperoleh penyelesaian yang yuridik.
Dogmatic hukum bertujuan untuk sebuah penyelesaian konkrit secara yuridik-tehnikal bagi sebuah problem hukum atau membangun sebuah kerangka yiridik-tehnikal yang didalamya berdasarkan sejumlah masalah yang kemudian harus memperoleh penyelesaian yuridik. Penelitiannya bersifat preskriptif / normatif. Dogmatika hukum  membatasi diri pada pemaparan dan sistematisasi dari hukum positif yang berlaku, dalam arti bahwa kegiatan ini tidak dapat dipandang sebagai netral dan obyektif melainkan berlangsung dengan beranjak dari suatu sudut pendekatan subyektif atau inter-subyektif. Berkenaan dengan tipe-tipe ilmu klasik seperti fisika dan sejarah, dogmatika hukum tidak bertujuan mencari penjelasan yang melandasi atau meramalkan gejala-gejala hukum

Problem Hukum dalam Teori Hukum

Teori Hukum adalah mencari (memperoleh) penjelasan tentang hukum dari sudut faktor – faktor bukan hukum yang bekerja di dalam masyarakat dan untuk itu menggunakan suatu metode interdisipliner. Dengan demikian penetapan tujuan dan metode, teori hukum membedakan diri secara wajar dari pengembanan hukum praktikal.
Teori Hukum mempelajari hukum dengan tujuan suatu pemahaman yang lebih baik dan terutama lebih mendasar tentang hukum, demi hukum, bukan demi suatu pemahaman dalam hubungan – hubungan kemasyarakatan atau dalam kaidah-kaidah etikal yang dianut dalam masyarakat atau dalam reaksi-reaksi psikologikal dari suatu penduduk. Teori hukum adalah cabang dari ilmu hukum bukan ilmu bantu dari ilmu hukum.         
Teori Hukum harus berupaya untuk memulihkan kesatuan antara aspek hukum dan kenyataan kemasyarakatan. Mempersatukan keterbagaian yang ditata oleh ilmu-ilmu dan keharusan-keharusan akademik kedalam suatu gambaran menyeluruh yang setia pada kebenaran. Untuk itu teori hukum akan harus mengandalkan ilmu-ilmu (sejarah, sosiologi, ekunomi dll), karena factor-faktor pembentuk  hukum yang berdasarkannya teori hukum harus menjelaskan hukum.
Teori Hukum adalah suatu cabang dari ilmu hukum yang merujuk pada sejumlah cabang-cabang ilmu yang otonom dan mengolah dan mensintetisasi semua bahan-bahan yang terberi yang dihasilkan dari penelitian ilmu-ilmu tersebut menjadi sasaran diagnosis dan terapi-terapi yang relevan.
Teori Hukum sebagai kelanjutan dari ajaran hukum umum memiliki objek disiplin mandiri suatu tempat diantara dogmatika hukum di satu sisi dan filsafat hukum di sisi lain. Di saat ajaran hukum masih dipandang sebagai pengganti atau penerus ilmiah-positif dari filsafat hukum metafisikal yang tidak ilmiah, dewasa ini teori hukum teori hukum diakui sebagai disiplin ketiga di samping dan untuk melengkapi, filsafat hukum dan dogmatic hukum, yang masing-masing memiliki (mempetahankan) wilayah sendiri dan nilai sendiri.
Teori Hukum bertujuan untuk menguraikan hukum secara ilmiah positif, namun wilayah penelitiannya sebagiannya luas dan sebagian tergeser (verschohen).teori hukum berbicara tentang hukum bertolak dari suatu perspektif bukan yuridik (teknikal) dalam suatu bahasa bukan yuridik (teknikal).
Teori Hukum melakukan studi kritikal terhadap penalaran dari ilmuan dan instrumentarium konsep-konsep yuridik, teknik-teknik interpretasi dan criteria untuk keberlakuan aturan – aturan hukum yang digunakannya. Apa yang dilakukan oleh pakar teori hukum adalah melakukan studi kritikal terhadap penalaran dari ilmuan hukum dan instrumentarium konsep-konsep yuridik, tehnik-tehnik intrepretasi dan krtiteria untuk keberlakuan aturan-aturan hukum (hirarki sumber-sumber hukum dan sejenisnya) yang digunakannya. Teori Hukum tidak terarah pada penyelesaian masalah-masalah hukum yang konkret satu kategori-kategori dari masalah hukum sebagaimana kajian Dogmatika Hukum, melainkan hanya pada upaya mempelajari teknik-teknik dan metode yang digunakan Dogmatika Hukum dan prektek hukum untuk menyelesaikan masalah-masalah hukum. Jadi masalah-masalah hukum konkret memeng dapat mempengaruhi persoalan-persoalan Teori Hukum.


 Problem Hukum dalam filsafat hukum

Filsafat adalah penelitian yang menelaah pertanyaan sejauh mana orang dapat memperoleh dan mengembangkan pengetahuan tentang hukum dan bahan-bahan terberi dan gagasan-gagasan yang terkait, apa kriteria untuk keilmiahan dari pengetahuan tersebut. Penggolongan ke dalam bagian-bagian dari berbagai jenis pengetahuan tentang hukum.
Filsafat Hukum adalah filsafat umum yang di terapkan pada hukum atau gejala– gejala hukum. Dalam filsafat pertanyaan–pertanyaan yang sering dibahas dalam hubungan dengan makna, landasan, struktur dan sejenisnya dari kenyataan. Dalam filsafat hukum pertanyaan–pertanyaan ini difokuskan secara yuridikal.
Dalam kepustakaan, Filsafat Hukum didefenisikan;
a. Sebagai sebuah disiplin spekulatif, yang berkenan dengan penalaran–penalaran tidak selalu dapat diuji secara rasional, dan yang menyibukan diri dari latar belakang dengan pemikiran (I. Tammelo).
b.  Sebagai disiplin yang mencari pengetahuan tentang hukum yang “benar” hukum yang adil (J. Schmidt H. Kelsen).
c.  Sebagai sebuah refleksi atas dasar–dasar dari kenyataan (yuridikal), suatu bentuk dari berpikir sistematikal yang hanya akan merasa puas dengan hasil–hasil yang timbul dari dalam pemikiran (kegiatan berpikir) itu sendiri dan yang mencari suatu hubungan teoritikal terefleksi yang didalamnya gejala-gejala hukum dapat dimengerti dan dipikirkan (D. Meuwissen)
d. Sebagai disiplin yang mencari pengetahuan tentang hakekat (sifat) dari keadilan. Pengetahuan tentang bentuk keberadaan transeden dan immanen dari hukum. Pengetahuan tentang nilai–nilai yang didalamnya hukum berperan dan dengan hubungan antara hukum dan keadilan. Pengetahuan tentang moral dan dari ilmu hukum. Dan pengetahuan antara hukum dan moral (J. Darbellay).
Filsafat Hukum dapat dibagi ke dalam sejumlah wilayah bagian:
a. Ontology hukum ( ajaran hal ada, zijnsleer): penelitian tentang “hakikat“ dari hukum. Tentang “hakikat” misalnya dari demokrasi, tentang hubungan antara hukum dengan moral.
b. Aksiologi Hukum (ajaran nilai, waardenleer) : penentuan isi dan nilai–nilai seperti kelayakan, persamaan, keadilan, kebebasan, kebenaran, penyalahgunaan hak.
c. Ideologi Hukum (harafiah: ajaran idea, ideenleer): pengolahan wawasan menyeluruh atas manusia dan masyarakat yang dapat berfungsi sebagai landasan legitimasi bagi pranata – pranata hukum yang ada atau yang akan datang. Misalnya tatanan – tatanan hukum kodrat.
d. Epistemology hukum (ajaran pengetahuan, kennisleer: penelitian tentang pertanyaan sejauh mana pengetahuan tentang “hakikat” dari hukum atau masalah– masalah fundamental lainnya.
e. Teleologi Hukum (ajaran finalitas, finaliteitsleer) : menentukan makna dan tujuan dari hukum.
f. Ajaran ilmu (wetenschapsleer) : meta-teori dari ilmu hukum yang di dalamnya menjawab pertanyaan – pertanyaan sejauh mana pengetahuan ilmiah dari hukum.
g. Logika Hukum (rechtslogika) : penelitian tentang aturan-aturan berpikir hukum dan argumentasi yuridik, bangunan logikal serta struktur sistem hukum.
Filsafat hukum harus melakukan perenungan diri (zelfreflektie). Pada wilayah filsafat hukum tiap unsur ilmiah-positif secara a priori akan tertutup. Filsafat  hukum secara esensial mewujudkan suatu pemikiran spekulatif maka filsafat hukum dapat bersifat rasional hanya atas dasar kriterianya sendiri, yang keberadaannya sendiri dapat didiskusikan.
Filsafat Hukum berada pada tataran yang lebih tinggi dari pada teori hukum dan ia memiliki suatu cakrawala yang lebih luas, karena Filsafat Hukum harus memberikan jawaban-jawaban yang untuk sebuah tata hukum(rechtsbesial) atau tatanan hukum (rechtsorde) dapat memuaskan dan tuntas.
Filsafat Hukum harus memberikan atau menyediakan pengertian–penertian dan nilai – nilai  fundamental yang akan digunakan pada karya ilmiah empirikal, dalam dogmatik hukum dan teori hukum. 

Pendekatan Penelitian Hukum Normatif
 
        Pendekatan yang digunakan adalah metode pendekatan yang sesuai dengan cara memahami hukum positif yakni :
1.      Pendekatan per-UU-an (Hukum Positip)
Pendekatan  undang-undang atau statuta aproach dan sebagian ilmuwan hukum menyebutnya dengan pendekatan yuridis, yaitu penelitian terhadap produk-produk hukum. Dalam pendekatan ini seorang peneliti akan berpijak pada aturan-aturan hukum dan putusan-putusan pengadilan. Ia akan mencoba mengkaji keberlakuan sebuah aturan perundangan. . Pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.
2.      Pendekatan Konseptual
Pendekatan konseptual, yaitu penelitian terhadap konsep-konsep hukum seperti; sumber hukum, fungsi hukum, lembaga hukum, dan sebagainya. Konsep hukum ini berada pada tiga ranch atau tataran sesuai tingkatan ilmu hukum itu sendiri yaitu: tataran ilmu hukum dogmatik konsep hukumnya teknis yuridis, tataran teori hukum konsep hukumnya konsep umum, tataran filsafat hukum konsep hukumnya konsep dasar.
3.      Pendekatan Perbandingan (Pendekatan komparatif)
yaitu penelitian tentang perbandingan hukum baik mengenai perbandingan sistem hukum antarnegara, maupun perbandingan produk hukum dan karakter hukum antarwaktu dalam suatu negara. Penelitian perbandingan hukum adalah sebuah tipe penelitian hukum normatif yang mencoba membandingkan sebuah aturan hukum di suatu wilayah atau negara dengan aturan hukum pada wilayah atau negara lainnya. Tujuan dilakukannya penelitian perbandingan hukum adalah untuk mengetahui beberapa perbedaan juga persamaan hukum yang terkandung dalam beberapa wilayah hukum yang berbeda
4.      Pendekatan Sejarah ( Pendekatan Historis).
Pendekatan historis, yaitu penelitian atau pengkajian terhadap perkembangan produk-produk hukum berdasarkan urutan-urutan periodesasi atau kenyataan sejarah yang melatarbelakanginya. penelitian sejarah hukum berusaha untuk menguak sejarah terbentuknya sebuah peraturan perundangan pada masa tertentu dan mengkaitkannya dengan keadaan hukum saat ini. Halini perlu dilakukan karena keberlakuan sebuah aturan hukum saat ini terkait erat dengan keberlakuan hukum yang terjadi pada masa lalu.
5.      Pendekatan Kasus
Pendekatan kasus dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan .
6.      Filsafat bagi penelitian teori dan filsafat hukum yang berkaitan dengan     makna atau fenomena hukum.
 Pendekatan kefilsafatan, yaitu pendekatan mengenai bidang-bidang yang menyangkut dengan obyek kajian filsafat hukum yang meliputi:
a)      Ontologi hukum, yaitu mengkaji hakekat hukum seperti hakekat demoluasi, hubungan hukum dengan moral, dan sebagainya.
b)      Aksiologi hukum, yaitu mempelajari isi dari nilai seperti nilai kebenaran, nilai keadilan, nilai kebenaran, dan sebagainya.
c)      Epistemologi hukum, yaitu cara mendapatkan pengetahuan yang benar tentang ilmu hukum.
d)      Teleologi hukum, yaitu menentukan isi dan tujuan hukum.
e)      Ideologi hukum, yaitu pemahaman secara menyeluruh tentang manusia dan masyarakat.
f)        Logika hukum, yaitu mempelajari kaidah-kaidah berpikir secara hukum dan argumentasi hukum.
g)      Keilmuan hukum, yaitu merupakan meta teori  hukum.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar