Potensi
hidup manusia
Allah SWT
menciptakan manusia terdiri dari dua jenis yaitu pria dan wanita. Allah
menciptakan pada ke duanya potensi kehidupan (thaqah hayawiyah). Potensi tersebut berupa kebutuhan jasmani (hajah
‘udhwiyah), berbagai naluri (gharaiz) dan daya pikir.
Kebutuhan jasmani, contohnya adalah kebutuhan akan
makan, minum dan buang hajat. Kebutuhan ini muncul dari dalam diri secara otomatis
sekalipun tidak ada rangsangan dari luar.
Bila tidak dipenuhi, tubuh akan mengalami kerusakan, yang bisa membawa
pada kematian. Orang yang tidak makan
berhari-hari misalnya, bisa menderita kelaparan dan mati karenanya.
Adapun naluri (gharaiz)
ada tiga macam yaitu naluri mempertahankan diri (gharizah baqa’), naluri melestarikan keturunan (gharizah nau’) dan naluri beragama (gharizah tadayyun). Naluri tidak muncul secara otomatis dari
dalam diri, melainkan bila ada rangsangan dari luar. Bila rangsangan tersebut tidak ada, naluri
tidak muncul. Bahkan bila naluri ini tidak dipenuhi, akibatnya hanya sebatas
kegelisahan saja. Buktinya, adakalanya seseorang tidak terpenuhi gharizah
nau’ nya ketika ia memilih tidak
menikah seumur hidup, ternyata ia tidak mengalami bahaya apapun.
Dengan demikian maka naluri jelas berbeda dengan
kebutuhan jasmani. Kebutuhan jasmani harus
dipenuhi karena jika tidak maka berakibat pada kematian. Sedangkan naluri, jika
tidak dipenuhi maka tak akan menimbulkan kematian.
Selain kebutuhan jasmani dan berbagai macam naluri,
Allah juga memberikan kepda dua jenis manusia ini daya pikir atau akal. Dengan
daya pikir yang dimilikinya, manusia bisa memenuhi semua kebutuhan jasmani dan
nalurinya dengan benar sesuai dengan ketetapan Allah SWT Sang Khaliq, pencipta
manusia
Menempatkan Naluri Pada Tujuannya
Naluri melestarikan jenis, memiliki manifestasi berupa rasa cinta dan kasih sayang, baik
cinta antara pria dan wanita maupun berbagai rasa cinta lainnya seperti cinta
kepada ibu, cinta kepada ayah, cinta kepada saudara, kasih sayang kepada
anak-anak, dan sebagainya. Selanjutnya naluri ini sering disebut dengan istilah
naluri seksual atau naluri cinta.
Islam memandang, bahwa naluri ini diciptakan Allah
pada manusia dengan tujuan agar manusia bisa
melestarikan kelangsungan jenisnya.
Dengan naluri ini, pria dan wanita
bisa berpasangan dan melahirkan keturunan.
Di sinilah kelebihan Islam sebagai syari’at yang
diturunkan Allah. Islam tidak
menghendaki proses menghasilkan keturunan ini semata-mata hanya menghasilkan
anak, layaknya pada kucing yang setelah mengawini si betina, kucing jantan
kabur begitu saja untuk menanam bibit pada betina lain.
Allah menghendaki keturunan manusia adalah keturunan
yang berkualitas. Ia diasuh dan dididik
sebaik-baiknya, dijamin nafkahnya, dibesarkan dalam suasana kasih sayang dan
keteladanan untuk menjadi muslim paripurna.
Proses ini hanya dimungkinkan jika anak menjadi tanggung jawab bersama
antara ayah dan ibunya. Karena itulah,
Islam membatasi lahirnya keturunan hanya dari suatu pernikahan. Dan ini berarti, Islam menghendaki cinta antara
laki-laki dan perempuan berikut penyalurannya hanya boleh dimunculkan di dalam
sebuah pernikahan.
Allah SWT berfirman :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ
الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ
مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً
“Hai sekalian manusia, bertakwalah
kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya
Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan
laki-laki dan perempuan yang banyak.” (QS. An Nisaa : 1).
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ
أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً
وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ
يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar Ruum
: 21)
Di luar institusi pernikahan, Islam melarang dan
mencegah munculnya cinta kasih antara laki-laki dan perempuan dan hasrat
seksual keduanya. Ini karena di luar
pernikahan, tujuan melestarikan jenis manusia dalam rangka menghasilkan
generasi terbaik bagi umat tidak mungkin untuk dicapai. Perlu diketahui bahwa
naluri ini memang bisa dipenuhi dengan berbagai
macam cara. Dengan berpacaran, baik dengan lawan jenis maupun yang
sejenis, berzina, berbagai macam penyimpangan hubungan seksual dan sebagainya.
Tetapi semua cara itu adalah cara yang bertentangan dengan Islam dan yang jelas
tidak akan menghantarkan tujuan diciptakannya naluri ini pada manusia.
Sebagai contoh, berpacaran adalah awal dari zina,
ketika sepasang manusia sudah berzina maka mereka cenderung tak ingin memiliki
anak dari hasil perzinaannya ini karena tujuan berzina memang hanya untuk
bersenang senang, hanya demi memuaskan hasrat seksualnya. Bahkan ketika
pencegahan kehamilan sudah dilakukan ternyata hamil juga, maka biasanya jalan
yang ditempuh adalah dengan aborsi, membunuh janin yang sedang tumbuh di rahim
ibunya, maka bagaimana mungkin akan dihasilkan kelestarian jenis manusia?
Demikian halnya dengan berbagai penyimpangan seksual
seperti homoseksual dan lesbianism, akankah dihasilkan keturunan dari hubungan
semacam ini?
Pengaturan Hubungan Pria dan Wanita dalam Masyarakat Islam
Sekalipun Isam membatasi cara pemenuhan naluri seksual
pada diri manusia dengan melalui pernikahan saja, tetapi Islam tidak melarang adanya interaksi antara
laki-laki dan perempuan di tengah masyarakat.
Bahkan Islam menganggap bahwa keduanya harus bekerjasama dalam mewujudkan
kemashlahatan masyarakat. Allah SWT
berfirman :
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ
أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ
الْمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ
وَرَسُولَهُ ۚ أُولَٰئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka
(adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh
(mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan
diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. At Taubah : 71)
Interaksi laki-laki dan perempuan dalam kehidupan umum
tidak selalu menghasilkan hubungan cinta kasih dan membangkitkan hasrat seksual
di antara keduanya. Namun berubahnya pandangan dari salah satu pihak
kepada pihak yang lain, dari pandangan kerjasama ke pandangan ketertarikan
seksual, berpeluang untuk terjadi. Bila terjadi, maka kerjasama di antara
mereka akan menjadi rusak, muncul perselingkuhan, pacaran dan seks bebas.
Untuk itu, Islam memberikan seperangkat hukum syara’
yang harus diterapkan dalam kehidupan.
Aturan tersebut menjamin hubungan kerjasama antara laki-laki dan
perempuan tetap merupakan hubungan kerjasama yang produktif.
Allah SWT sebagai Pencipta manusia Maha Tahu akan sifat dan
karakter yang melekat pada manusia. Ia
Maha Tahu apa yang merupakan solusi terbaik bagi permasalahan manusia. Karena itu aturan Allah berupa hukum syara’
adalah aturan terbaik untuk manusia. Begitu pula aturan syara’ untuk
pengelolaan cinta dan kasih sayang yang merupakan manifestasi dari naluri
seksual pada pria dan wanita.
Seperti halnya naluri yang lain, ada dua faktor yang bisa
membangkitkan hasrat cinta pada seseorang.
Yang pertama adalah penghadiran fakta, seperti gambar dan film cinta,
rayuan seseorang, pandangan, interaksi dengan lawan jenis yang terlalu dekat,
dan sebagainya. Yang kedua adalah
pemikiran yang merangsang, seperti lamunan atau memikirkan seseorang secara
terus menerus.
Maka dari itu, melihat wanita atau fakta fakta yang yang
menggugah birahi, akan membangkitkan naluri ini dan akan menuntut pemuasan.
Demikian pula membaca cerita porno atau mendengarkan fantasi fantasi seksual
akan membangkitkan naluri ini. Sebaliknya menjauhkan diri dari wanita atau dari
segala sesuatu yang membangkitkan birahi akan mencegah bangkitnya naluri
ini.
Pandangan masyarakat Barat terhadap hubungan antara pria dan
wanita didominasi dengan pandangan yang bersifat seksual semata. Oleh karena
itu mereka sengaja menciptakan fakta fakta maupun pemikiran yang bisa
membangkitkan naluri seksual dengan tujuan agar naluri tersebut bangkit hingga
menuntut pemuasan. Dan selanjutkan akan mendapatkan ketenangan setelah naluri
tersebut dipuaskan.
Berbeda dengan masyarakat Islam, yang memandang bahwa hubungan antara pria dan wanita adalah
difokuskan pada tujuan diciptakan naluri tersebut yaitu untuk kelestarian hidup
manusia. Oleh karena naluri ini akan dijaga agar tidak bangkit dan menuntut
pemuasan (sementara tidak ada pemuasan yang tersedia) sehingga mengakibatkan
kepedihan dan kegelisahan. Oleh karena Islam menetapkan hukum syara yang mengatur
agar tidak ada fakta atau pemikiran yang bisa merangsang birahi/bangkitnya
naluri seksual. Di antaranya adalah
1.
Memerintahkan laki-laki dan
perempuan untuk bertakwa kepada Allah serta menundukkan sebagian pandangan dan
menjaga kemaluan (QS.An Nuur:30-31).
2.
Memerintahkan keduanya menjaga kehormatan diri dengan menutup
aurat. Batas aurat laki-laki adalah
pusar sampai lutut (HR Ahmad). Aurat
perempuan adalah seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan (QS An Nuur:31),
yang harus ditutup dengan mengenakan kerudung (QS An Nuur:31) dan jilbab (QS Al
Ahzab : 59).
3.
Melarang perempuan berdandan berlebihan yang menampakkan
kecantikannya kepada laki-laki yang bukan mahram (QS An Nuur:60),
4.
melarang khalwat, yaitu bersepi-sepinya seorang laki-laki dan
perempuan tanpa mahram (HR Bukhari Muslim) , dan melarang campur baurnya
laki-laki dan perempuan tanpa ada kepentingan yang dibenarkan oleh syara’,
seperti berpesta, atau berkumpul-kumpul untuk sekedar bersenang-senang.
5.
melarang untuk mendekati zina (QS.Al Isra :32), seperti
berpacarannya remaja-remaja sekarang yang tidak lagi sungkan berpegangan
tangan, berpelukan dan berciuman.
6.
Memerintahkan para pemuda yang sudah mampu menikah untuk segera
menikah, dan yang belum mampu untuk menjaga kesucian dirinya (QS An Nuur :
32-33), antara lain dengan memperbanyak berpuasa. Puasa ini berfungsi mengalihkan gharizah nau’
kepada hal yang lebih tinggi nilainya yakni ibadah kepada Allah.
Sekalipun hukum syara’ ini dapat dilakukan secara individu,
namun pelaksanaannya tidak akan sempurna tanpa ada system yang menerapkan. Fungsi dari system adalah menjadikan hukum
tersebut dijalankan, yaitu dengan mengkondisikan terlaksananya hukum dan memberikan sanksi kepada orang yang tidak
menjalankannya. Sebagai contoh,
keharaman bercampur baurnya laki-laki dan perempuan tanpa hajat syar’i. Dalam tataran individu, bisa saja seseorang
menghindarkan diri. Tetapi ia hanya
menghindarkan dirinya sendiri, sementara orang lain tetap mengerjakannya. Berbeda dengan bila system yang menerapkan
aturan ini. System akan membuat aturan
yang mengkondisikan umat menjalankannya, seperti pemisahan moda transportasi
untuk laki-laki dan perempuan, pemisahan ruang-ruang kelas untuk pelajar
laki-laki dan perempuan, penyediaan dokter perempuan yang memadai bagi pasien
perempuan, dan sebagainya. Begitu pula
system akan memberikan sanksi bagi orang yang tetap melakukan campur baur tanpa
hajat syar’i.
Islam juga memerintahkan penguasa untuk menjaga suasana
taqwa di tengah masyarakat. Penguasa
bertanggungjawab menyusun kebijakan yang memastikan rakyat memahami agama dan
terikat dengan hukum syara’. Penguasa
wajib mengontrol peredaran opini dan pemikiran di tengah masyarakat dan
menjauhkan segala bentuk penyesatan dan ajakan kepada maksiat. Karena itu, buku, majalah, film dan
sebagainya, yang merusak pemikiran umat harus dijauhkan. Termasuk penyebaran pemikiran dan fakta
merusak tentang cinta dan seks ala kapitalis.
Dengan mekanisme penjagaan yang berlapis, dari ketaqwaan individu
sampai penjagaan oleh sistem, hasrat cinta yang muncul pada manusia dapat
dikendalikan dan diarahkan sesuai tujuan penciptaannya. Cinta hanya dihidupkan dalam ikatan
pernikahan suami-istri, tetapi dijauhkan dari kehidupan masyarakat umum.
Sistem yang mampu untuk mewujudkan kebahagiaan dan
ketenangan tersebut tidak lain adalah sistem Islam. Sistem inilah yang harus kita perjuangkan
untuk dapat diterapkan agar hasrat cinta bisa membawa kebahagiaan dan
ketenangan bagi manusia, bukan kerusakan dan petaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar