Selasa, 17 Juni 2014

PENUTUPAN GANG DOLLY, DILEMATIS?




                Penutupan Gang Dolly tinggal beberapa saat lagi. Berbagai perlawanan terjadi ditengah riuhnya pro kontra capres cawapres. Maka persoalan gang Dolly ini sedikit banyak menjadi issu yang dipertimbangkan dalam pemihakan seseorang terhadap capres mereka. Dan memang persoalan ini menjadi pelik ketika urusannya bukan sekedar soal dosa pahala, namun lebih cenderung kepada implikasi ekonomi ribuan orang yang selama ini mengais rejeki di lokalisasi terbesar se Asia Tenggara itu. 
Adalah pemkot Surabaya yang menjadi tempat bernaungnya lokalisasi ini, merencanakan untuk menutup gang Dolly ini karena  dinilai bertentangan dengan perda no 7 tahun 1999, yang berisi aturan tentang  tidak diperbolehkannya menggunakan dan mendirikan bangunan untuk tujuan asusila.  Pemkot surabaya di bawah kepemimpinan Bu Risma berencana maka mengalihfungsikan lokalisasi prostitusi ini menjadi tempat penjualan produk kerajinan dgn menutup dan menegosiasi para PSK dan mucikari agar beralih usaha ke sektor yang lebih bermoral. Namun rencana penutupan ini menuai perlawanan dari warga setempat dengan alasan  pemkot belum menawarkan solusi kongkrit,  bahkan janji kompensasi pun belum terealisasi. Issu lain adalah tentang tidak sepadannya kompensasi yang diberikan oleh pemkot Surabaya jika dibandingkan dengan penghasilan para psk  selama ini. Layaknya sebuah berita, distorsipun terjadi, karena menurut pemkot Surabaya, banyak psk yang sengaja menolak pesangon alias mempersoalkan kompensasi biaya yang dberikan oleh pemkot. Mungkin  fenomena ini terasa ganjil, mengingat kita dikenal sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama, sedangkan prostitusi adalah haram dalam sudut pandang agama manapun.Bagaimana ini bisa terjadi, dan apa solusi yang seharusnya diberikan, tulisan sederhana ini berusaha mengupasnya.

Prostitusi menjadi lahan bisnis
Gang Dolly adalah potret  ketika kemaksiatan  telah menggurita menjadi menjadi kebutuhan dan kepentingan sebagian orang dan  sudah menjadi budaya yang dianggap biasa. Benar,jika dikatakan bahwa “kebiasan dan tingkah laku yang diulang ulang akan berubah menjadi aturan dalam sebuah masyarakat”. Mungkin pada awalnya prostitusi dianggap sebagai suatu hal yang tabu, namun  ketika sebuah kemaksiatan ini didiamkan dan  tidak dihadapi oleh kebaikan yang terorganisir, tidak ada yang berani mengingatkan, ia akan tumbuh meraksasa dan menjelma menjadi  kepentingan  dan kebutuhan tak terelakkan. Maka wajar ketika  ada wacana penutupan gang Dolly, yang protes terhadap kebijakan ini bukan hanya para pelaku seks bebas atau penghuninya namun juga para pedagang, pengusaha laundry, penjual baju dan lain lain di sekitar lokalisasi ini. Semua dianggap wajar dan sah, hingga ada kaidah  Ham, kaidah agama yang juga dijadikan dalil untuk menolak penutupannya. Begitulah kira kira fenomena gang Dolly. Ia tumbuh besar dan akarnya kemana mana, sulit mencerabutnya karena ibarat pohon ia sudah menjadi pohon tua yang meraksasa. Kepentingan  bisnis beromset besar sudah menjadi penopangnya sehingga sebagian orang bermodal ikut bermain untuk menghentikan rencana penutupannya. Maka alasan kesejahteraanpun menjadi lumrah menutupi sekian alasan bisnis lain yang sudah jamak diketahui khalayak.

Jika kepentingan  Ekonomi bebas nilai
Dalam sistem yang menganut kebebasan ala kapitalisi liberal, ekonomipun digerakkan oleh kuasa pasar, dan prinsip ekonomi, yakni memperoleh keuntungan sebesar- besarnya dengan pengorbanan sekecil kecilnya. Demikian pula berlaku asas manfaat yaitu nilai guna suatu barang /jasa ditentukan oleh permintaan pasar tanpa memperhatikan unsur lainnya.  Maka demikian halnya dengan prostitusi atau miras. Selama ada pihak yang merasakan adanya manfaatnya, dia akan tetap bertahan di pasar karena masih memiliki nilai. Dimana letak moral, agama dan iman? Jangan ditanya karena sistem ekonomi ini bukan buatan Tuhan tapi buatan manusia yang menganut asas kebebasan.  Sistem ini akan menjadi dilema apabila diterapkan dalam masyarakat muslim yang notabene mengenal konsep halal-haram dalam kehidupan. Yaitu bahwa hak hidup dan hak memiliki harta tidak boleh menghalalkan segala cara, dan bahwa barang dan jasa yang digunakan sebagai alat pemuas kebutuhan juga tidak boleh keluar dari koridor syariah. Apa yang akan terjadi?Tentu  saja akan terjadi gesekan dan tumbukan antara kepentingan agama dan motif ekonomi ini. Inilah sulitnya mempertemukan prinsip islam dengan prinsip liberal, karena pasti akan ada prinsip yang dikorbankan, dalam hal ini islam yang akan di marginalisasi.

Islam : Solusi tuntas
Jelas bahwa islam adalah agama sempurna yang aturannya tidak memerlukan intervensi sistem lain  termasuk kapitalistik. Intervensi ini justru  akan melemahkan ajarannya. Berbeda dengan kapitalistik yang memang merupakan  sistem hidup berorientasi duniawi, maka ia sangat mudah bergandengan dengan agama nasrani atau yahudi yang  lebih fokus terhadap aturan ibadah dan tidak memiliki aturan hidup yang khas. Hanya islam sekuler yang bisa bergandengan tangan dengan kapitalistik ini, karenanya nilai islam yang menyentuh aspek sosial akan tergusur.
Ketika Islam dipahami sebagaimana pandangan orientalis memahami agama, maka banyak sekali ajaran islam yang tidak bisa diterima dalam ranah sosial politik. Hanya ranah ritual dan sebagian akhlaq yang bisa diterapkan karena ia lebih bersifat privat. Sedangkan ranah publik tak tersentuh oleh Islam kecuali sebagian kecilnya saja. Oleh karena itu dalam kasus prostitusi yang terlokalisasi ini, nilai islam akan sulit bermain dan menjadi dilematis untuk diterapkan. Sebab, secara sosial prostitusi ini dianggap justru meminimalisir bahaya seks bebas dengan dikhususkannya pada lokal tertentu saja alias tidak tercecer di jalanan. Mungkin akan ada yang menggunkan kaidah fiqh “ memilih diantara dua keburukan yang paling ringan akibatnya”.  Padahal seharusnya sebagai sebuah bentuk pelnggaran syariah, prostitusi itu tidak boleh ditoleransi, masyarakat tidak boleh mencari nafkah dari jalan yang haram dan syubhat.
Kembali pada prinsip islam kaffah akan menjadi standar baku untuk mengenyahkan segala kemaksiatan bermotif ekonomi ini. Karenanya semua lini harus dirubah total. bukan hanya mencukupkan diri dengan penutupan lokalisasi. Hablumminallah, dalam hal ini memperbaiki aqidah dan meningkatkan kualitas ibadah masyarakat harus dilakukan.Hablum binafsih yaitu mengkonsumsi hanya makanan dan minuman halal, akhlak yang baik juga di benahi, dan tidak lupa hablumminannaas dalam segala aspek juga harus dirubah mengikuti syariah. Untuk itu peran individu yang bertaqwa, masyarakat yang cerdas dan peduli serta negara yang responsif  dan pemimpin transformatif sangat diperlukan . Islam itu rahmat bagi seluruh alam, bagi seluruh umat manusia, aturannya bersifat universal dan menghargai hak asasi manusia, maka ia cocok untuk segala jaman dan tempat. Dengannya, masyarakat  madani akan terbentuk. Bukan hanya lokalisasi ala gang Dolly yang bisa di atasi, tapi seluruh pemasalahan umat. Memang bukan perkara  mudah namun harus dimulai.

Selasa, 10 Juni 2014

Sebuah Ide tentang Aturan Interaksi Dengan Lawan Jenis



Potensi hidup manusia
 Allah SWT menciptakan manusia terdiri dari dua jenis yaitu pria dan wanita. Allah menciptakan pada ke duanya potensi kehidupan (thaqah hayawiyah). Potensi tersebut berupa kebutuhan jasmani (hajah ‘udhwiyah), berbagai naluri (gharaiz) dan daya pikir.
Kebutuhan jasmani, contohnya adalah kebutuhan akan makan, minum dan buang hajat. Kebutuhan ini  muncul dari dalam diri secara otomatis sekalipun tidak ada rangsangan dari luar.  Bila tidak dipenuhi, tubuh akan mengalami kerusakan, yang bisa membawa pada kematian.  Orang yang tidak makan berhari-hari misalnya, bisa menderita kelaparan dan mati karenanya.
Adapun naluri  (gharaiz) ada tiga macam yaitu naluri mempertahankan diri (gharizah baqa’), naluri melestarikan keturunan (gharizah nau’) dan naluri beragama (gharizah tadayyun).  Naluri tidak muncul secara otomatis dari dalam diri, melainkan bila ada rangsangan dari luar.  Bila rangsangan tersebut tidak ada, naluri tidak muncul.  Bahkan bila naluri  ini tidak dipenuhi, akibatnya hanya sebatas kegelisahan saja. Buktinya, adakalanya seseorang tidak terpenuhi gharizah nau’  nya ketika ia memilih tidak menikah seumur hidup, ternyata ia tidak mengalami bahaya apapun.
Dengan demikian maka naluri jelas berbeda dengan kebutuhan jasmani.  Kebutuhan jasmani harus dipenuhi karena jika tidak maka berakibat pada kematian. Sedangkan naluri, jika tidak dipenuhi maka tak akan menimbulkan kematian.
Selain kebutuhan jasmani dan berbagai macam naluri, Allah juga memberikan kepda dua jenis manusia ini daya pikir atau akal. Dengan daya pikir yang dimilikinya, manusia bisa memenuhi semua kebutuhan jasmani dan nalurinya dengan benar sesuai dengan ketetapan Allah SWT Sang Khaliq, pencipta manusia
Menempatkan Naluri Pada Tujuannya
Naluri melestarikan jenis, memiliki manifestasi  berupa rasa cinta dan kasih sayang, baik cinta antara pria dan wanita maupun berbagai rasa cinta lainnya seperti cinta kepada ibu, cinta kepada ayah, cinta kepada saudara, kasih sayang kepada anak-anak, dan sebagainya. Selanjutnya naluri ini sering disebut dengan istilah naluri seksual atau naluri cinta.
Islam memandang, bahwa naluri ini diciptakan Allah pada manusia dengan tujuan agar manusia bisa  melestarikan kelangsungan jenisnya.  Dengan naluri ini, pria dan wanita  bisa berpasangan dan melahirkan keturunan.
Di sinilah kelebihan Islam sebagai syari’at yang diturunkan Allah.  Islam tidak menghendaki proses menghasilkan keturunan ini semata-mata hanya menghasilkan anak, layaknya pada kucing yang setelah mengawini si betina, kucing jantan kabur begitu saja untuk menanam bibit pada betina lain. 
Allah menghendaki keturunan manusia adalah keturunan yang berkualitas.  Ia diasuh dan dididik sebaik-baiknya, dijamin nafkahnya, dibesarkan dalam suasana kasih sayang dan keteladanan untuk menjadi muslim paripurna.  Proses ini hanya dimungkinkan jika anak menjadi tanggung jawab bersama antara ayah dan ibunya.  Karena itulah, Islam membatasi lahirnya keturunan hanya dari suatu pernikahan.  Dan ini berarti, Islam menghendaki cinta antara laki-laki dan perempuan berikut penyalurannya hanya boleh dimunculkan di dalam sebuah pernikahan.
Allah SWT berfirman :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً 
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. (QS. An Nisaa : 1).
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS. Ar Ruum : 21)
Di luar institusi pernikahan, Islam melarang dan mencegah munculnya cinta kasih antara laki-laki dan perempuan dan hasrat seksual keduanya.  Ini karena di luar pernikahan, tujuan melestarikan jenis manusia dalam rangka menghasilkan generasi terbaik bagi umat tidak mungkin untuk dicapai. Perlu diketahui bahwa naluri ini memang bisa dipenuhi dengan berbagai  macam cara. Dengan berpacaran, baik dengan lawan jenis maupun yang sejenis, berzina, berbagai macam penyimpangan hubungan seksual dan sebagainya. Tetapi semua cara itu adalah cara yang bertentangan dengan Islam dan yang jelas tidak akan menghantarkan tujuan diciptakannya naluri ini pada manusia.
Sebagai contoh, berpacaran adalah awal dari zina, ketika sepasang manusia sudah berzina maka mereka cenderung tak ingin memiliki anak dari hasil perzinaannya ini karena tujuan berzina memang hanya untuk bersenang senang, hanya demi memuaskan hasrat seksualnya. Bahkan ketika pencegahan kehamilan sudah dilakukan ternyata hamil juga, maka biasanya jalan yang ditempuh adalah dengan aborsi, membunuh janin yang sedang tumbuh di rahim ibunya, maka bagaimana mungkin akan dihasilkan kelestarian jenis manusia?
Demikian halnya dengan berbagai penyimpangan seksual seperti homoseksual dan lesbianism, akankah dihasilkan keturunan dari hubungan semacam ini?
Pengaturan Hubungan Pria dan Wanita dalam Masyarakat Islam
Sekalipun Isam membatasi cara pemenuhan naluri seksual pada diri manusia dengan melalui pernikahan saja, tetapi  Islam tidak melarang adanya interaksi antara laki-laki dan perempuan di tengah masyarakat.  Bahkan Islam menganggap bahwa keduanya harus bekerjasama dalam mewujudkan kemashlahatan masyarakat.  Allah SWT berfirman :

وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ۚ أُولَٰئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. At Taubah : 71)
Interaksi laki-laki dan perempuan dalam kehidupan umum tidak selalu menghasilkan hubungan cinta kasih dan membangkitkan hasrat seksual di antara keduanya.  Namun  berubahnya pandangan dari salah satu pihak kepada pihak yang lain, dari pandangan kerjasama ke pandangan ketertarikan seksual, berpeluang untuk terjadi. Bila terjadi, maka kerjasama di antara mereka akan menjadi rusak, muncul perselingkuhan, pacaran dan seks bebas.
Untuk itu, Islam memberikan seperangkat hukum syara’ yang harus diterapkan dalam kehidupan.   Aturan tersebut menjamin hubungan kerjasama antara laki-laki dan perempuan tetap merupakan hubungan kerjasama yang produktif. 
Allah SWT sebagai Pencipta manusia Maha Tahu akan sifat dan karakter yang melekat pada manusia.  Ia Maha Tahu apa yang merupakan solusi terbaik bagi permasalahan manusia.  Karena itu aturan Allah berupa hukum syara’ adalah aturan terbaik untuk manusia. Begitu pula aturan syara’ untuk pengelolaan cinta dan kasih sayang yang merupakan manifestasi dari naluri seksual pada pria dan wanita.
Seperti halnya naluri yang lain, ada dua faktor yang bisa membangkitkan hasrat cinta pada seseorang.  Yang pertama adalah penghadiran fakta, seperti gambar dan film cinta, rayuan seseorang, pandangan, interaksi dengan lawan jenis yang terlalu dekat, dan sebagainya.  Yang kedua adalah pemikiran yang merangsang, seperti lamunan atau memikirkan seseorang secara terus menerus. 
Maka dari itu, melihat wanita atau fakta fakta yang yang menggugah birahi, akan membangkitkan naluri ini dan akan menuntut pemuasan. Demikian pula membaca cerita porno atau mendengarkan fantasi fantasi seksual akan membangkitkan naluri ini. Sebaliknya menjauhkan diri dari wanita atau dari segala sesuatu yang membangkitkan birahi akan mencegah bangkitnya naluri ini.    
Pandangan masyarakat Barat terhadap hubungan antara pria dan wanita didominasi dengan pandangan yang bersifat seksual semata. Oleh karena itu mereka sengaja menciptakan fakta fakta maupun pemikiran yang bisa membangkitkan naluri seksual dengan tujuan agar naluri tersebut bangkit hingga menuntut pemuasan. Dan selanjutkan akan mendapatkan ketenangan setelah naluri tersebut dipuaskan.
Berbeda dengan masyarakat Islam, yang memandang  bahwa hubungan antara pria dan wanita adalah difokuskan pada tujuan diciptakan naluri tersebut yaitu untuk kelestarian hidup manusia. Oleh karena naluri ini akan dijaga agar tidak bangkit dan menuntut pemuasan (sementara tidak ada pemuasan yang tersedia) sehingga mengakibatkan kepedihan dan kegelisahan. Oleh karena Islam menetapkan hukum syara yang mengatur agar tidak ada fakta atau pemikiran yang bisa merangsang birahi/bangkitnya naluri seksual. Di antaranya adalah
1.       Memerintahkan  laki-laki dan perempuan untuk bertakwa kepada Allah serta menundukkan sebagian pandangan dan menjaga kemaluan (QS.An Nuur:30-31).
2.       Memerintahkan keduanya menjaga kehormatan diri dengan menutup aurat.  Batas aurat laki-laki adalah pusar sampai lutut (HR Ahmad).  Aurat perempuan adalah seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan (QS An Nuur:31), yang harus ditutup dengan mengenakan kerudung (QS An Nuur:31) dan jilbab (QS Al Ahzab : 59).
3.       Melarang perempuan berdandan berlebihan yang menampakkan kecantikannya kepada laki-laki yang bukan mahram (QS An Nuur:60),
4.       melarang khalwat, yaitu bersepi-sepinya seorang laki-laki dan perempuan tanpa mahram (HR Bukhari Muslim) , dan melarang campur baurnya laki-laki dan perempuan tanpa ada kepentingan yang dibenarkan oleh syara’, seperti berpesta, atau berkumpul-kumpul untuk sekedar bersenang-senang.
5.       melarang untuk mendekati zina (QS.Al Isra :32), seperti berpacarannya remaja-remaja sekarang yang tidak lagi sungkan berpegangan tangan, berpelukan dan berciuman. 
6.       Memerintahkan para pemuda yang sudah mampu menikah untuk segera menikah, dan yang belum mampu untuk menjaga kesucian dirinya (QS An Nuur : 32-33), antara lain dengan memperbanyak berpuasa.  Puasa ini berfungsi mengalihkan gharizah nau’ kepada hal yang lebih tinggi nilainya yakni ibadah kepada Allah.
Sekalipun hukum syara’ ini dapat dilakukan secara individu, namun pelaksanaannya tidak akan sempurna tanpa ada system yang menerapkan.  Fungsi dari system adalah menjadikan hukum tersebut dijalankan, yaitu dengan mengkondisikan terlaksananya hukum dan  memberikan sanksi kepada orang yang tidak menjalankannya.  Sebagai contoh, keharaman bercampur baurnya laki-laki dan perempuan tanpa hajat syar’i.  Dalam tataran individu, bisa saja seseorang menghindarkan diri.  Tetapi ia hanya menghindarkan dirinya sendiri, sementara orang lain tetap mengerjakannya.  Berbeda dengan bila system yang menerapkan aturan ini.  System akan membuat aturan yang mengkondisikan umat menjalankannya, seperti pemisahan moda transportasi untuk laki-laki dan perempuan, pemisahan ruang-ruang kelas untuk pelajar laki-laki dan perempuan, penyediaan dokter perempuan yang memadai bagi pasien perempuan, dan sebagainya.  Begitu pula system akan memberikan sanksi bagi orang yang tetap melakukan campur baur tanpa hajat syar’i.
Islam juga memerintahkan penguasa untuk menjaga suasana taqwa di tengah masyarakat.  Penguasa bertanggungjawab menyusun kebijakan yang memastikan rakyat memahami agama dan terikat dengan hukum syara’.  Penguasa wajib mengontrol peredaran opini dan pemikiran di tengah masyarakat dan menjauhkan segala bentuk penyesatan dan ajakan kepada maksiat.  Karena itu, buku, majalah, film dan sebagainya, yang merusak pemikiran umat harus dijauhkan.  Termasuk penyebaran pemikiran dan fakta merusak tentang cinta dan seks ala kapitalis.
Dengan mekanisme penjagaan yang berlapis, dari ketaqwaan individu sampai penjagaan oleh sistem, hasrat cinta yang muncul pada manusia dapat dikendalikan dan diarahkan sesuai tujuan penciptaannya.  Cinta hanya dihidupkan dalam ikatan pernikahan suami-istri, tetapi dijauhkan dari kehidupan masyarakat umum. 
Sistem yang mampu untuk mewujudkan kebahagiaan dan ketenangan tersebut tidak lain adalah sistem Islam.  Sistem inilah yang harus kita perjuangkan untuk dapat diterapkan agar hasrat cinta bisa membawa kebahagiaan dan ketenangan bagi manusia, bukan kerusakan dan petaka. 

MENYAMBUT RAMADHAN (Seharusnya) DENGAN GEMBIRA "Barang siapa yang bergembira atas datangnya Ramadhan, Allah telah mengharamkan jasadnya dari api neraka" (HR. An-Nasa'i)



Menyambut Ramadhan dengan gembira, hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang beriman, yang menyadari sepenuhnya bahwa Allah menyediakan bagi mereka pahala yang berlipat besarnya di bulan tersebut.  Mereka meyakini Ramadhan adalah saat-saat terbukanya pintu surga dan tertutupnya pintu neraka.  Mereka melihat kesempatan yang luas terbentang di hadapan mereka untuk beramal sebanyak-banyaknya dalam mempersiapkan bekal pertemuan dengan Allah Ta’ala.

Inilah yang membuat mereka berbahagia dengan datangnya Ramadhan.  Mereka tidak akan merasa berat harus menahan haus dan lapar.  Mereka tidak akan merasa payah berjaga di malam hari menjalankan qiyamul lail dan tilawah Qur’an. 

Berbeda dengan orang yang imannya kurang.  Mereka akan berkeluh kesah karena harus menahan haus dan lapar.  Apalagi Ramadhan tahun ini jatuh di tengah musim kemarau, terbayang sudah beratnya.

Namun, kondisi yang terjadi saat ini membuat kaum beriman tidak mampu menyambut Ramadhan dengan kegembiraan yang sempurna.  Di balik kegembiraan tersebut, ada was-was menyelip.  Apalagi di kalangan ibu-ibu.  Sebulan sebelum Ramadhan datang, harga-harga kebutuhan pokok sudah merangkak naik.  Kenaikan tersebut dipastikan akan terus berlangsung dan mencapai puncaknya memasuki bulan Ramadhan dan menjelang idul Fitri.  Beban berat bagi sebagian besar kita.
Pemerintah memang menyatakan bahwa mereka menjamin pasokan kebutuhan Ramadhan sampai lebaran aman. Tetapi mereka tidak menjamin harga akan tetap stabil.  Ini berarti para ibu harus ekstra berhitung untuk belanja kebutuhan Ramadhan dan lebaran.  Inilah “nila” yang menodai kegembiraan menyambut Ramadhan.

Ada dua hal yang membuat harga-harga melangit memasuki bulan Ramadhan.  Yang pertama adalah konsumtivisme masyarakat yang tinggi.  Ramadhan mereka identikkan dengan ajang “balas dendam”.  Setelah sehari penuh menahan lapar dahaga, mereka merasa layak untuk berbuka dengan makanan enak dan banyak.  Dari ta’jil, makan besar sampai makanan penutup, komplit.  Otomatis hal ini akan membuat permintaan produk makanan menjadi tinggi sehingga berimbas pada naiknya harga. 

Kedua, sistem ekonomi kapitalis-liberal yang saat ini diterapkan.  Sistem inilah yang jadi biang keroknya.   Melalui berbagai macam iklan dan kampanye gaya hidup di berbagai media, mereka menyulap persepsi masyarakat, keinginan menjadi kebutuhan.  Inilah yang melahirkan konsumtivisme yang tinggi di masyarakat, yang membuat produk apapun yang dilemparkan para kapitalis ke pasar akan terserap habis.

Ditambah tata kelola kapitalistik, membuat harga dikendalikan sepenuhnya oleh korporasi-korporasi besar yang menguasai pasar.  Rakyat kembali menjadi korban, harus merogoh kantong dalam-dalam untuk menghadirkan “keceriaan” Ramadhan.

Sudah saatnya kita mengubah keadaan.  Mengembalikan niat kita berpuasa untuk mendapatkan ridla Allah semata.  Tidak perlu  memaksakan diri dengan yang tidak kita miliki.  Cukuplah kita bergembira dengan telah dekatnya janji Allah untuk melipatgandakan semua pahala amal kita dan menjauhkan kita dari api neraka.
Sudah saatnya pula kita berjuang untuk menyempurnakan kegembiraan Ramadhan.  Menghilangkan nila yang merusaknya, dengan mengganti sistem ekonomi kapitalis-liberal dengan sistem ekonomi Islam yang menyejahterakan, dalam naungan Khilafah Rasyidah. ( di kutip dari tulisan  DR. Arini )