Jika kalian menyimpang setelah datang kepada kalian bukti bukti
kebenaran maka ketahuilah bahwa Allah maha Perkasa lagi maha Bijaksana (TQS
2:209)
Pernah ngerasa bermaksiat ga?
Kalau saya, jujur pernah, sering bahkan. Mungkin dalam pandangan kita, maksiat
itu cuma sepele dua pele saja. Ah paling juga bisa dihapus dengan istighfar,
atau bersedekah, atau mengiringinya dengan perbuatan baik. Mindset seperti itu
sebenarnya kurang tepat. Perkara dosa itu kecil atau besar nilainya, hanya
Allah SWT yang Maha Mengetahui. Sekecil apapun dosa, Mestinya kita merasa, malu, kepada siapa kita melakukannya
?
Terlebih lagi bagi sahabat yang
sudah memiliki banyak ilmu, sudah memahami agama dengan baik, suka menyampaikan
ilmu agama,tentu saja perkara dosa ini bukan lagi hal kecil. Allah SWT sangat
cemburu jika hal hal yang Dia haramkan dikerjakan oleh hamba hambaNya. Dia
lebih cemburu lagi jika hal tersebut dilakukan oleh orang orang yang dekat
dengan Nya dan orang orang yang selayaknya menjauhi maksiat. Sebab, mereka
biasa melarang orang lain untuk melakukan hal hal yang haram, lalu bagaimana
mungkin mereka sendiri melakukannya? Maka tak heran jika tiba tiba kita merasa
kok hukumannya cepet banget yaa.
Disamping itu, kita bisa
bayangkan, betapa besar fitnah yang terjadi di masyarakat awam jika dosa itu
dikerjakan oleh orang yang faham. Kenapa? Ya karena masyarakat awam suka
membuat standar kebaikan itu dari orang yang mereka anggap lebih faham. Kalau yang
faham saja melanggar, apalagi saya yang tidak faham.Banyak lah ya contohnya di
sekitar kita aja. Maka benar bahwa orang yang memiliki ilmu akan dihisab lebih
sulit daripada orang lain.
Seorang generasi salaf berkata,”
aku pernah menganggap sepele sesuap makanan,lalu aku memakannya. Sekarang aku
kembali ke belakang seperti empat puluh tahun yang lalu”. Pernah juga sandal
Abu Ustman an Naisaburi putus dalam perjalanannya menuju shalat jumat, dan ia
butuh waktu satu jam untuk memperbaikinya.
Ia berkata,”sandal ini putus karena aku tidak mandi hari Jum’at”.
Kadang hukuman itu bisa juga
hukuman moral.Misalnya seseorang melihat sesuatu yang di haramkan Allah,
akibatnya Allah mengharamkan cahaya hati nuraninya pada dirinya. Atau orang
yang tergoda makanan syubhat, akibatnya ia tidak bisa bermunajat dan shalat malam dengan khusyu. Seperti diriwayatkan
, seorang rahib Bani israel pernah bermimpi, dalam mimpinya ia berkata, “
Tuhanku aku bermaksiat kepada-Mu, tetapi Engkau tidak menghukumku.” Allah lalu
berfirman, “ Aku sudah sering menghukummu, tetapi engkau tidak tahu. Bukankah
Aku telah membuatmu tidak lagi dapat bermunajat kepada-Ku dengan manis?”
Imam Ibnu al Qayyim rahimahullah
meringkas efek efek perbuatan maksiat dalam al
Fawaa’id. Dengan sangat indah ia berkata:
“ Di antara efek maksiat ialah pelakunya
tidak mendapatkan banyak hidayah, pikirannya kacau,ia tidak melihat kebenaran
dengan jelas, batinnya rusak, daya ingatnya lemah, waktunya hilang sia sia, dibenci
manusia, hubungannya dengan Allah renggang, doanya tidak dikabulkan, hatinya
keras, keberkahan dalam rizki dan umurnya musnah, diharamkan mendapat ilmu, hina,
dihinakan musuh, dadanya sesak, diuji dengan teman teman yang jahat yang merusak
hati dan menyia-nyiakan waktu, cemas berkepanjangan, sumber rejekinya seret,
hatinya terguncang. Maksiat dan lalai
membuat orang tidak bisa berdzikir kepada Allah, sebagaimana tanaman
tumbuh karena air dan kebakaran terjadi karena api”.
Nah, kerasa ngga kadang kita merasakan
hal seperti itu? Bisa jadi sering. Atau malah saat ini kita sedang
merasakannya? Jangan jangan Dia sedang cemburu pada kita. Maka mumpung ini masa
masa sepuluh hari terakhir di bulan ramadhan, mari kita perbanyak taubat
nasuha, memohon kepadaNya , ampunanNya, hidayahNya, ridloNya.
Allaahumma innaka ‘afuuwwun kariim, tuhibbul ‘afwa fa’fu annaa. Ya
Allah sesungguhnya Engkau maha Pemaaf lagi Maha Baik, Engkau mencintai
permohonan maaf, maka maafkanlah kami yaa Rabbi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar