Mengidentifikasi
Problem Hukum
Tidak
semua masalah yang terjadi di sekitar
kita termasuk dalam problem hukum.
Seorang peneliti hukum hanya akan
memfokuskan perhatiannya pada bidang yang ia teliti yaitu hanya terhadap
problem hukum saja. Dalam ilmu hukum, kajian terhadap penerapan aturan hukum
yang didukung oleh teori dan konsep konsep dalam bidang hukum dihadapkan pada
fakta hukum yang memunculkan ketidakpaduan antara kajian teoritis dengan
penerapan hukum positif tersebut. Ketidakpaduan antara keadaan yang
diharapkan (das sollen) dengan kenyataan
(das sein) menimbulkan tanda tanya
mengenai apa sebenarnya permasalahan hukum ( problem hukum) dari segi
normatif.Dengan demikian apa yang diharapkan terjadi akibat penerapan hukum
tersebut ternyata tidak berfungsi seperti yang diharapkan atau justru
menimbulkan konflik yang menyebabkan ketidakadilan, ketidaktertiban, dan
ketidakpastian hukum dalam masyarakat dan ini bertentangan dengan cita cita
hukum itu sendiri.
Ruang
lingkup problem hukum yang menjadi permasalahan dalam masyarakat sangat
luas.Problem tersebut meliputi hubungan keperdataan ,pidana, tata usaha negara, hukum
internasional, dan berbagai aspek hukum lainnya.
Pada dasarnya hampir semua problem hukum
dapat diidentifikasi menjadi objek kajian dalam penelitian normatif.
Problem Hukum
dalam Dogmatik hukum
Dogmatik
Hukum memiliki konotasi pejoratif dengan Ajaran hukum (rechtsleer) atau
Kemahiran hukum (rechtskunde) yang merupakan cabang dari ilmu hukum yang
berkenaan dengan obyek-obyek (pokok-pokok
pengaturan) dari hukum, bahkan lebih
luas yg berkenaan dengan tata hukum (rechtsbestel)
secara keseluruhan. Dogmatik hukum mengumpulkan dan menelaah pokok-pokok
pengaturan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dengan tujuan untuk
memperoleh pemahaman yang lebih baik dan penjelasan tunggal tentang pokok
telaah yang diteliti.
Kegunaan
dari dogmatik hukum adalah upaya menemukan dan mengumpulkan bahan empirikal
sampai ke sudut-sudut terjauh dari hukum, yaitu dengan cara penataan dan
pengolahan secara sistematikal, dengan menampilkan gambaran secara menyeluruh
terikhtisar dan kejernihan dari apa yang tampaknya merupakan suatu
kesemerawutan dari pengumpulan bahan yang belum lengkap atau tercerai berai.
Maka Dogmatik hukum mempresentasikan secara global dan terpadu (sintetikal)
tingkat keadaan hukum, sehingga para juris akan merujuk kepadanya, begitu
pembacaan biasa atas undang-undang tidak lagi cukup untuk penyelesaian
masalah-masalah yang di hadapi.
Objek
kajian dogmatik hukum adalah menggali sumber-sumber hukum formal dalam arti
luas yakni perundang-undangan, putusan pengadilan, traktat-traktat, asas-asas
hukum, kebiasaan, dan memandang hukum secara terisolasi seolah-olah tercabut
dari sumber kehidupannya yang sesungguhnya. Dogmatik hukum pada dasarnya melihat
hukum sebagai sebuah kemandirian murni dengan suatu daya hidup (levenskracht)
sendiri terlepas dari peristiwa-peristiwa kemasyarakatan. Instrumen kerjanya
adalah sistematisasi berdasarkan kaidah – kaidah logikal.
Jadi
Dogmatik Hukum (rechtsdogmatiek) atau
ajaran hukum (rechtsleer) yaitu dalam arti sempit, bertujuan untuk memaparkan,
mensistematisasi juga menjelaskan (verklaren) hukum positif yang berlaku
(vigerende positiefrecht). Walaupun
demikian, Dogmatik Hukum bukanlah ilmu netral yang bebas nilai. Tidak
karena hukum itu saling terkait antara nilai-nilai dan kaidah–kaidah. Bukankah
dalam asasnya sangat mungkin memaparkan nilai–nilai dan kaidah–kaidah sebagai
ketentuan–ketentuan faktual secara sepenuhnya netral dan objektif, melainkan
secara sadar mengambil sikap berkenan dengan butir-butir yang di diperdebatkan.
Sehingga orang tidak hanya mengatakan bagaimana hukum dapat di interpretasikan
melainkan juga bagaimana hukum harus diinterpretasikan.
Dogmatik Hukum memaparkan dan mensistematisasi hukum
positif yang berlaku dalam suatu masyarakat tertentu dan pada suatu waktu
tertentu dari suatu sudut pandang normatif. Sudut pandang normatif ini dapat
berupa yuridik internal maupun ekstra yuridik. Bahwa sebuah pasal undang–undang
tertentu harus dipandang sudah dihapuskan secara diam–diam karena ia
bertentangan dengan ketentuan dalam sebuah undang–undang yang lebih baru,
berdasarkan asas hukum yang umum bahwa undang–undang yang baru harus selalu
didahulukan ketimbang undang–undang yang lama (lex posterior derogat legi
priori).
Jadi Dogmatik Hukum mempelajari aturan–aturan
hukum itu sendiri dari suatu sudut pandang atau pendekatan teknikal. Dogmatik
Hukum bertujuan untuk atau memberikan sebuah penyelesaian konkret, atau
membangun suatu kerangka yuridik-teknikal, bagi semua masalah konkret, atau
membangun suatu kerangka yuridik-teknikal yang didasarkan pada sejumlah masalah
yang ada atau yang ada kemudian harus dapat memperoleh penyelesaian yang
yuridik.
Dogmatic
hukum bertujuan untuk sebuah penyelesaian konkrit secara yuridik-tehnikal bagi
sebuah problem hukum atau membangun sebuah kerangka yiridik-tehnikal yang
didalamya berdasarkan sejumlah masalah yang kemudian harus memperoleh
penyelesaian yuridik. Penelitiannya bersifat preskriptif / normatif. Dogmatika
hukum membatasi diri pada pemaparan dan
sistematisasi dari hukum positif yang berlaku, dalam arti bahwa kegiatan ini
tidak dapat dipandang sebagai netral dan obyektif melainkan berlangsung dengan
beranjak dari suatu sudut pendekatan subyektif atau inter-subyektif. Berkenaan
dengan tipe-tipe ilmu klasik seperti fisika dan sejarah, dogmatika hukum tidak
bertujuan mencari penjelasan yang melandasi atau meramalkan gejala-gejala hukum
Problem Hukum
dalam Teori Hukum
Teori
Hukum adalah mencari (memperoleh) penjelasan tentang hukum dari sudut faktor –
faktor bukan hukum yang bekerja di dalam masyarakat dan untuk itu menggunakan
suatu metode interdisipliner. Dengan
demikian penetapan tujuan dan metode, teori hukum membedakan diri secara wajar
dari pengembanan hukum praktikal.
Teori
Hukum mempelajari hukum dengan tujuan suatu pemahaman yang lebih baik dan
terutama lebih mendasar tentang hukum, demi hukum, bukan demi suatu pemahaman
dalam hubungan – hubungan kemasyarakatan atau dalam kaidah-kaidah etikal yang
dianut dalam masyarakat atau dalam reaksi-reaksi psikologikal dari suatu
penduduk. Teori hukum
adalah cabang dari ilmu hukum bukan ilmu bantu dari ilmu hukum.
Teori Hukum harus berupaya untuk memulihkan kesatuan
antara aspek hukum dan kenyataan kemasyarakatan. Mempersatukan keterbagaian
yang ditata oleh ilmu-ilmu dan keharusan-keharusan akademik kedalam suatu
gambaran menyeluruh yang setia pada kebenaran. Untuk itu teori hukum akan harus
mengandalkan ilmu-ilmu (sejarah, sosiologi, ekunomi dll), karena factor-faktor
pembentuk hukum yang berdasarkannya teori hukum harus menjelaskan hukum.
Teori
Hukum adalah suatu cabang dari ilmu hukum yang merujuk pada sejumlah
cabang-cabang ilmu yang otonom dan mengolah dan mensintetisasi semua
bahan-bahan yang terberi yang dihasilkan dari penelitian ilmu-ilmu tersebut
menjadi sasaran diagnosis dan terapi-terapi yang relevan.
Teori
Hukum sebagai kelanjutan dari ajaran hukum umum memiliki objek disiplin mandiri
suatu tempat diantara dogmatika hukum di satu sisi dan filsafat hukum di sisi
lain. Di saat ajaran hukum masih dipandang sebagai pengganti atau penerus
ilmiah-positif dari filsafat hukum metafisikal yang tidak ilmiah, dewasa ini
teori hukum teori hukum diakui sebagai disiplin ketiga di samping dan untuk
melengkapi, filsafat hukum dan dogmatic hukum, yang masing-masing memiliki
(mempetahankan) wilayah sendiri dan nilai sendiri.
Teori
Hukum bertujuan untuk menguraikan hukum secara ilmiah positif, namun wilayah
penelitiannya sebagiannya luas dan sebagian tergeser (verschohen).teori hukum
berbicara tentang hukum bertolak dari suatu perspektif bukan yuridik (teknikal)
dalam suatu bahasa bukan yuridik (teknikal).
Teori Hukum melakukan studi kritikal terhadap
penalaran dari ilmuan dan instrumentarium konsep-konsep yuridik, teknik-teknik
interpretasi dan criteria untuk keberlakuan aturan – aturan hukum yang
digunakannya. Apa yang dilakukan oleh pakar teori hukum adalah
melakukan studi kritikal terhadap penalaran dari ilmuan hukum dan
instrumentarium konsep-konsep yuridik, tehnik-tehnik intrepretasi dan krtiteria
untuk keberlakuan aturan-aturan hukum (hirarki sumber-sumber hukum dan
sejenisnya) yang digunakannya. Teori Hukum tidak terarah pada penyelesaian
masalah-masalah hukum yang konkret satu kategori-kategori dari masalah hukum
sebagaimana kajian Dogmatika Hukum, melainkan hanya pada upaya mempelajari
teknik-teknik dan metode yang digunakan Dogmatika Hukum dan prektek hukum untuk
menyelesaikan masalah-masalah hukum. Jadi masalah-masalah hukum konkret memeng
dapat mempengaruhi persoalan-persoalan Teori Hukum.
Problem Hukum
dalam filsafat hukum
Filsafat adalah penelitian yang menelaah pertanyaan
sejauh mana orang dapat memperoleh dan mengembangkan pengetahuan tentang hukum
dan bahan-bahan terberi dan gagasan-gagasan yang terkait, apa kriteria untuk
keilmiahan dari pengetahuan tersebut. Penggolongan ke dalam bagian-bagian dari
berbagai jenis pengetahuan tentang hukum.
Filsafat Hukum adalah filsafat umum yang di terapkan
pada hukum atau gejala– gejala hukum. Dalam filsafat pertanyaan–pertanyaan yang
sering dibahas dalam hubungan dengan makna, landasan, struktur dan sejenisnya
dari kenyataan. Dalam filsafat hukum pertanyaan–pertanyaan ini difokuskan
secara yuridikal.
Dalam kepustakaan, Filsafat Hukum didefenisikan;
a. Sebagai sebuah disiplin spekulatif, yang berkenan
dengan penalaran–penalaran tidak selalu dapat diuji secara rasional, dan yang
menyibukan diri dari latar belakang dengan pemikiran (I. Tammelo).
b. Sebagai disiplin yang mencari pengetahuan
tentang hukum yang “benar” hukum yang adil (J. Schmidt H. Kelsen).
c. Sebagai sebuah
refleksi atas dasar–dasar dari kenyataan (yuridikal), suatu bentuk dari
berpikir sistematikal yang hanya akan merasa puas dengan hasil–hasil yang timbul
dari dalam pemikiran (kegiatan berpikir) itu sendiri dan yang mencari suatu
hubungan teoritikal terefleksi yang didalamnya gejala-gejala hukum dapat
dimengerti dan dipikirkan (D. Meuwissen)
d. Sebagai disiplin yang mencari pengetahuan tentang
hakekat (sifat) dari keadilan. Pengetahuan tentang bentuk keberadaan transeden
dan immanen dari hukum. Pengetahuan tentang nilai–nilai yang didalamnya hukum
berperan dan dengan hubungan antara hukum dan keadilan. Pengetahuan tentang
moral dan dari ilmu hukum. Dan pengetahuan antara hukum dan moral (J.
Darbellay).
Filsafat Hukum dapat dibagi ke dalam sejumlah wilayah
bagian:
a. Ontology hukum ( ajaran hal ada, zijnsleer):
penelitian tentang “hakikat“ dari hukum. Tentang “hakikat” misalnya dari
demokrasi, tentang hubungan antara hukum dengan moral.
b. Aksiologi Hukum (ajaran nilai, waardenleer) :
penentuan isi dan nilai–nilai seperti kelayakan, persamaan, keadilan,
kebebasan, kebenaran, penyalahgunaan hak.
c. Ideologi Hukum (harafiah: ajaran idea, ideenleer):
pengolahan wawasan menyeluruh atas manusia dan masyarakat yang dapat berfungsi
sebagai landasan legitimasi bagi pranata – pranata hukum yang ada atau yang
akan datang. Misalnya tatanan – tatanan hukum kodrat.
d. Epistemology hukum (ajaran pengetahuan, kennisleer:
penelitian tentang pertanyaan sejauh mana pengetahuan tentang “hakikat” dari
hukum atau masalah– masalah fundamental lainnya.
e. Teleologi Hukum (ajaran finalitas, finaliteitsleer)
: menentukan makna dan tujuan dari hukum.
f. Ajaran ilmu (wetenschapsleer)
: meta-teori dari ilmu hukum yang di dalamnya menjawab pertanyaan – pertanyaan
sejauh mana pengetahuan ilmiah dari hukum.
g. Logika Hukum (rechtslogika) : penelitian
tentang aturan-aturan berpikir hukum dan argumentasi yuridik, bangunan logikal
serta struktur sistem hukum.
Filsafat hukum harus melakukan perenungan diri (zelfreflektie).
Pada wilayah filsafat hukum tiap unsur ilmiah-positif secara a priori akan
tertutup. Filsafat hukum secara esensial mewujudkan suatu pemikiran
spekulatif maka filsafat hukum dapat bersifat rasional hanya atas dasar
kriterianya sendiri, yang keberadaannya sendiri dapat didiskusikan.
Filsafat
Hukum berada pada tataran yang lebih tinggi dari pada teori hukum dan ia
memiliki suatu cakrawala yang lebih luas, karena Filsafat Hukum harus
memberikan jawaban-jawaban yang untuk sebuah tata hukum(rechtsbesial) atau
tatanan hukum (rechtsorde) dapat memuaskan dan tuntas.
Filsafat Hukum harus memberikan atau menyediakan
pengertian–penertian dan nilai – nilai fundamental yang akan digunakan
pada karya ilmiah empirikal, dalam dogmatik hukum dan teori hukum.
Pendekatan yang digunakan adalah metode
pendekatan yang sesuai dengan cara memahami hukum positif yakni :
1. Pendekatan
per-UU-an (Hukum Positip)
Pendekatan
undang-undang atau statuta aproach dan
sebagian ilmuwan hukum menyebutnya dengan pendekatan yuridis, yaitu penelitian
terhadap produk-produk hukum. Dalam
pendekatan ini seorang peneliti akan berpijak pada aturan-aturan hukum dan
putusan-putusan pengadilan. Ia akan mencoba mengkaji keberlakuan sebuah aturan
perundangan. . Pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah
semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang
sedang ditangani.
2. Pendekatan
Konseptual
Pendekatan
konseptual, yaitu penelitian terhadap konsep-konsep hukum seperti; sumber
hukum, fungsi hukum, lembaga hukum, dan sebagainya. Konsep hukum ini berada
pada tiga ranch atau tataran sesuai tingkatan ilmu hukum itu sendiri yaitu:
tataran ilmu hukum dogmatik konsep hukumnya teknis yuridis, tataran teori hukum
konsep hukumnya konsep umum, tataran filsafat hukum konsep hukumnya konsep
dasar.
3. Pendekatan
Perbandingan (Pendekatan komparatif)
yaitu
penelitian tentang perbandingan hukum baik mengenai perbandingan sistem hukum
antarnegara, maupun perbandingan produk hukum dan karakter hukum antarwaktu
dalam suatu negara. Penelitian
perbandingan hukum adalah sebuah tipe penelitian hukum normatif yang mencoba membandingkan
sebuah aturan hukum di suatu wilayah atau negara dengan aturan hukum pada
wilayah atau negara lainnya. Tujuan dilakukannya penelitian perbandingan hukum
adalah untuk mengetahui beberapa perbedaan juga persamaan hukum yang terkandung
dalam beberapa wilayah hukum yang berbeda
4. Pendekatan
Sejarah ( Pendekatan Historis).
Pendekatan
historis, yaitu penelitian atau pengkajian terhadap perkembangan produk-produk
hukum berdasarkan urutan-urutan periodesasi atau kenyataan sejarah yang
melatarbelakanginya. penelitian
sejarah hukum berusaha untuk menguak sejarah terbentuknya sebuah peraturan
perundangan pada masa tertentu dan mengkaitkannya dengan keadaan hukum saat
ini. Halini perlu dilakukan karena keberlakuan sebuah aturan hukum saat ini
terkait erat dengan keberlakuan hukum yang terjadi pada masa lalu.
5. Pendekatan Kasus
Pendekatan
kasus dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang
berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan .
6. Filsafat bagi
penelitian teori dan filsafat hukum yang berkaitan dengan makna atau fenomena hukum.
Pendekatan kefilsafatan, yaitu pendekatan
mengenai bidang-bidang yang menyangkut dengan obyek kajian filsafat hukum yang
meliputi:
a)
Ontologi hukum, yaitu mengkaji hakekat hukum seperti hakekat demoluasi,
hubungan hukum dengan moral, dan sebagainya.
b)
Aksiologi hukum, yaitu mempelajari isi dari nilai seperti nilai kebenaran,
nilai keadilan, nilai kebenaran, dan sebagainya.
c)
Epistemologi hukum, yaitu cara mendapatkan pengetahuan yang benar tentang ilmu
hukum.
d)
Teleologi hukum, yaitu menentukan isi dan tujuan hukum.
e)
Ideologi hukum, yaitu pemahaman secara menyeluruh tentang manusia dan
masyarakat.
f)
Logika hukum, yaitu mempelajari kaidah-kaidah berpikir secara hukum dan
argumentasi hukum.
g)
Keilmuan hukum, yaitu merupakan meta teori hukum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar