Pakaian syar’iy untuk perempuan itu
dalil-dalil syara’nya jelas dan gamblang. Pakaian perempuan itu bukan dari sisi
adat kebiasaan, sehingga jika masyarakat terbiasa dengannya maka dipakai, dan
jika masyarakat tidak terbiasa dengannya maka tidak ada. Akan tetapi pakaian
perempuan itu adalah kewajiban yang diwajibkan oleh Allah SWT terhadap
perempuan:
Syara’ telah mewajibkan pakaian
syar’iy tertentu kepada perempuan ketika keluar dari rumahnya ke kehidupan
umum. Syara’ telah mewajibkan atas perempuan agar memiliki pakaian yang ia
kenakan di atas pakaiannya ketika ia keluar ke pasar, atau berjalan di jalan
umum.
Syara’ mewajibkan atas perempuan agar ada jilbab, dengan maknanya yang
syar’iy, yang ia kenakan di atas pakaiannya dan ia ulurkan ke bawah hingga
menutupi kedua kakinya. Dan jika ia tidak memiliki jilbab, hendaknya ia
meminjam jilbab dari tetangganya atau temannya atau kerabatnya. Jika ia tidak
bisa meminjam atau tidak seorang pun meminjaminya maka ia tidak sah keluar
tanpa mengenakan jilbab. Dan jika ia keluar tanpa mengenakan jilbab yang ia
kenakan di atas pakaiannya maka ia berdosa, sebab ia meninggalkan kewajiban
yang telah difardhukan oleh Allah terhadapnya. Ini dari sisi pakaian bawah bagi
perempuan. Sedangkan dari sisi pakaian atas maka ia harus mengenakan kerudung,
atau yang menyerupai atau menduduki posisinya berupa pakaian yang menutupi
seluruh kepala, seluruh leher dan bukaan pakaian di dada. Dan ini hendaknya
disiapkan untuk keluar ke pasar, atau berjalan di jalan umum, artinya pakaian
kehidupan umum dari atas. Jika ia memiliki kedua pakaian ini, ia boleh keluar
dari rumahnya ke pasar atau berjalan di jalan umum, yakni keluar ke kehidupan
umum. Jika ia tidak memiliki kedua pakaian ini, ia tidak sah untuk keluar,
apapun keadaannya. Sebab perintah dengan kedua pakaian ini datang bersifat umum
dan ia tetap berlaku umum dalam semua kondisi sebab tidak ada dalil yang mengkhususkannya
sama sekali.
Adapun dalil atas wajibnya kedua
pakaian untuk kehidupan umum tersebut, adalah firman Allah SWT tentang pakaian
dari atas:
وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا
مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ
dan
janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari
padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya (TQS an-Nur [24]: 31)
dan firman Allah SWT tentang pakaian
bawah:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ
لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ
جَلَابِيبِهِنَّ
Hai Nabi,
katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri
orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. (TQS al-Ahzab [33]: 59)
Dan apa yang diriwayatkan dari Ummu
‘Athiyah bahwa ia berkata:
«أَمَرَنَا
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نُخْرِجَهُنَّ فِيْ
الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى، اَلْعَوَاتِقَ وَالْحُيَّضَ وَذَوَاتِ الْخُدُوْرِ،
فَأَمَا الْحَيّضُ فَيَعْتَزلْنَ الصَّلاَةَ وَيَشْهَدْنَ الْخَيْرَ، وَدَعْوَةَ
الْمُسْلِمِيْنَ. قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ إِحْدَانَا لاَ يَكُوْنُ لَهَا
جِلْبَابٌ، قَالَ: لِتُلْبِسْهَا أُخْتُهَا مِنْ جِلْبَابِهَا»
Rasulullah
saw memerintahkan kami untuk mengeluarkan para perempuan di hari Idul Fitri dan
Idul Adhha, para perempuan yang punya halangan, perempaun yang sedang haidh dan
gadis-gadis yang dipingit. Adapun perempuan yang sedang haidh, mereka
memisahkan diri dari shalat dan menyaksikan kebaikan dan seruan kepada kaum
Muslimin. Aku katakan: ya Rasulullah, salah seorang dari kami tidak memiliki
jilbab. Rasul saw menjawab: “hendaknya saudaranya meminjaminya jilbab miliknya”.
(HR Muslim)
Dalil-dalil ini jelas dalam
dalalahnya atas pakaian perempuan di kehidupan umum. Jadi dalam dua ayat ini,
Allah SWT telah mendeskripsikan pakaian yang Allah wajibkan atas perempuan agar
ia kenakan di kehidupan umum dengan deskripsi yang dalam, sempurna dan
menyeluruh. Allah SWT berfirman tentang pakaian perempuan dari atas:
وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ
جُيُوبِهِنَّ
Dan
hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya (TQS an-Nur [24]: 31)
Yakni hendaknya mereka mengulurkan
penutup kepala mereka di atas leher dan dada mereka, untuk menutupi apa yang
tampak dari bukaan baju, dan bukaan baju dari leher dan dada. Dan Allah
berfirman terkait pakaian perempuan dari bawah:
يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ
جَلَابِيبِهِنَّ
“Hendaklah
mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. (TQS al-Ahzab [33]: 59)
Yakni hendaknya mereka menjulurkan
atas diri mereka jilbab-jilbab mereka yang mereka kenakan di atas pakaian untuk
keluar, hendaknya mereka julurkan ke bawah. Allah berfirman tentang tatacara
umum yang berlaku atas pakaian ini:
وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا
مَا ظَهَرَ مِنْهَا
dan
janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari
padanya. (TQS
an-Nur [24]: 31)
Yakni hendaknya mereka tidak
menampakkan anggota-anggota tubuh yang merupakan tempat perhiasan seperti kedua
telinga, kedua lengan bawah, kedua betis dan selainnya kecuali apa yang bisa
nampak di kehidupan umum ketika ayat ini turun, yakni pada masa Rasul saw,
yaitu wajah dan kedua telapak tangan. Dan dengan deskripsi yang mendalam ini
maka menjadi jelas sejelas-sejelasnya, apa pakaian perempuan di kehidupan umum
dan apa yang wajib atas pakaian itu.
Dan datang hadits Ummu ‘Athiiyah
menjelaskan secara gamblang wajibnya perempuan memiliki jilbab yang ia kenakan
di atas pakaiannya ketika ia keluar. Sebab Ummu ‘Athiyah berkata kepada
Rasulullah saw: “salah seorang dari kami tidak memiliki jilbab”. Lalu Rasul saw
menjawab: “hendaknya saudaranya meminjaminya dari jilbab punyanya”. Artinya
ketika Ummu ‘Athiyah berkata kepada Rasul: jika ia tidak memiliki jilbab yang
ia kenakan di atas pakaiannya untuk keluar, lalu Rasul saw memerintahkan agar
saudarinya meminjaminya jilbab punyanya. Dan maknanya bahwa jika ia tidak
dipinjami maka tidak sah/tidak boleh untuknya keluar. Dan ini adalah qarinah
(indikasi) bahwa perintah dalam hadits ini adalah untuk menyatakan wajib.
Artinya wajib perempuan mengenakan jilbab di atas pakaiannya jika ia ingin
keluar. Dan jika ia tidak mengenakan jilbab maka ia tidak (boleh) keluar.
Dan dalam hal jilbab disyaratkan
agar dijulurkan ke bawah hingga menutupi kedua kaki. Sebab Allah SWT berfirman
dalam ayat tersebut:
يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ
جَلَابِيبِهِنَّ
“Hendaklah
mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. (TQS al-Ahzab [33]: 59)
Yakni hendaknya mereka menjulurkan
jilbab mereka. Sebab kata “min” di sini bukan li at-tab’îdh
(menyatakan sebagian) akan tetapi li al-bayân (untuk penjelasan).
Artinya, hendaknya mereka menjulurkan jilbab hingga ke bawah. Dan karena
diriwayatkan dari Ibn Umar bahwa Rasul saw bersabda:
«مَنْ جَرَّ
ثَوْبَهُ خُيَلاَءَ لَمْ يَنْظُرِ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَقَالَتْ
أُمُّ سَلَمَةَ فَكَيْفَ يَصْنَعْنَ النِّسَاءُ بِذُيُولِهِنَّ قَالَ يُرْخِينَ
شِبْرًا فَقَالَتْ إِذًا تَنْكَشِفُ أَقْدَامُهُنَّ قَالَ فَيُرْخِينَهُ ذِرَاعًا
لاَ يَزِدْنَ عَلَيْهِ»
“Siapa
yang menjulurkan pakaiannya karena sombong, maka Allah tidak memandangnya pada
Hari Kiamat”. Lalu Ummu Salamah berkata: “lalu bagaimana perempuan
memperlakukan ujung pakaiannya”. Rasul menjawab: “hendaknya mereka
menjulurkannya sejengkal”. Ummu Salamah berkata: “kalau begitu tersingkap kedua
kaki mereka”. Rasulullah pun menjawab: “maka hendaknya mereka menjulurkannya
sehasta, jangan mereka lebihkan atasnya”. (HR at-Tirmidzi
dan ia berkata hadits hasan shahih)
Jadi hadits ini gamblang bahwa
jilbab yang dikenakan di atas pakaian itu wajib dijulurkan ke bawah sampai
menutupi kedua kaki. Jika kedua kaki ditutupi dengan sepatu atau kaos kaki,
maka yang demikian itu belum cukup untuk tidak menjulur jilbab itu ke bawah
hingga kedua kaki dalam bentuk yang menunjukkan adanya irkha’ (dijulurkan). Dan
tidak harus jilbab itu menutupi kedua kaki dan kedua kaki itu tertutup.
Akan
tetapi disitu harus ada irkha’, yakni jilbab itu harus menjulur ke bawah hingga
kedua kaki secara nyata yang darinya diketahui bahwa itu adalah pakaian
kehidupan umum yang wajib dikenakan perempuan di kehidupan umum, dan di
dalamnya tampak irkha’ yakni terpenuhi di dalamnya firman Allah: “yudnîna”
yakni yurkhîna (hendaknya mereka menjulurkan).
Dan seperti yang Anda lihat, pakaian
perempuan itu merupakan pakaian yang sudah dibatasi dengan pembatasan yang
jelas dengan nas-nas yang gamblang (sharih) tidak ada kerancuan dan keraguan
dalam dalalahnya sehingga Rasulullah saw ketika ditanya oleh Ummu ‘Athiyah
tentang keluar jika perempuan tidak punya jilbab maka Rasulullah saw
menjawabnya agar perempuan itu meminjam jilbab dari tetangganya atau ia tidak
keluar. Dan ini adalah dalalah yang kuat yang menunjukkan wajibnya pakaian ini
sebagai kewajiban syar’iy.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar